Kamis, 03 Februari 2011

APAKAH ISTRI AKAN BERTEMU DG SUAMI DI AKHIRAT.??

Al-Qur’an mengajarkan
bahwa hubungan antar manusia di akherat kelak berbeda dengan apa yang ada di dunia ini : [23 :101 ]
Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab diantara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. Di dunia ini kita harus menjalani kehidupan dengan ikatan yang saling kait-berkait dengan individu lainnya, kita terlahir dari rahim seorang ibu yang
mengandung karena dibuahi oleh seorang ayah, maka otomatis kita sudah terlahir mempunyai orang-tua, lalu dari hubungan anak dan orang-tua tersebut muncul hak dan kewajiban yang ditetapkan oleh ajaran agama. Demikian pula ketika kita beranjak dewasa dan sudah cukup umur, kita lalu menikah, maka hubungan pernikahantersebut membuat kita terkait dengan individu lain yang juga memunculkan adanya hak dan kewajiban yang diatur oleh ajaran
agama. Hubungan tersebut diciptakan Tuhan dengan dibungkus oleh perasaan : antara cinta dan
benci, terpaksa dan sukarela, suka dan tidak suka, semuanya berproses silih berganti yang
menjadi dasar adanya dinamika peradaban manusia. Lalu disaat Tuhan membangkitkan semua
manusia diakherat untuk diminta pertanggung-jawabannya terhadap apa yang dilakukan mereka sehubungan dengan hak dan kewajiban dunia tersebut, maka semua ikatan termasuk perasaan yang melandasinya akan dihapus.

Jangan anda kira ketika anda sebagai seorang ayah/ibu yang sedang dituntut atas segala perbuatan anda di dunia, lalu anak- anak anda akan melakukan pembelaan karena ‘tidak
tega’ melihat anda diadili, demikian pula sebaliknya. Semua individu akan mempertanggung-jawabkan diri mereka sendiri : [6 :94 ] Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya, dan kamu tinggalkan di belakangmu
(di dunia) apa yang telah Kami karuniakan kepadamu; dan Kami tiada melihat besertamu pemberi syafa'at yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu- sekutu Tuhan di antara kamu. Sungguh telah terputuslah ( pertalian) antara kamu dan telah lenyap daripada kamu apa
yang dahulu kamu anggap (sebagai sekutu Allah).

Bukan cuma manusia lain yang dulunya punya hubungan nasab dengan kita, bahkan sesuatu yang kita jadikan sandaran kita di dunia juga tidak bisa berbuat apa-apa, sandaran tersebut bisa berbentuk : Tuhan yang lain, atasan, penguasa, guru, kiyai, pendeta, dll, semuanya menghadap Allah mengurus diri sendiri. Bahkan bisa saja terjadi, seorang anak yang di dunia telah kita terlantarkan, atau seorang istri yang tidak pernah kita didik untuk patuh dan taat kepada Allah, bersaksi terhadap segala kezaliman kita tersebut, dan kesaksian mereka akan menyeret kita masuk neraka. [16 :111 ]

(Ingatlah) suatu hari ( ketika) tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri dan bagi tiap-tiap diri disempurnakan ( balasan) apa yang telah dikerjakannya, sedangkan mereka tidak dianiaya (dirugikan). Bagaimanakan cara kita menggambarkan perasaan dan ikatan kita satu sama lain nantinya di akherat..?? apakah kita bisa membayangkan perasaan kita terhadap anak kita yang saat ini kita sayangi, atau suami/istri yang kita kasihi, ketika nanti dikaherat semua
perasaan tersebut sudah dihapus..??. Sebenarnya apa yang diinformasikan oleh Al-Qur ’an ini
bisa kita jelaskan melalui akal sehat kita. Kalaulah perasaan yang melandasi hubungan kita satu sama lain di dunia masih berlaku di akherat kelak, maka seorang ayah/ ibu yang masuk surga tidak akan merasa nyaman dan tenteram disana ketika ternyata anaknya bernasib sial masuk neraka, demikian pula sebaliknya, bagaimana mungkin seorang istri yang sangat mencintai suaminya ‘ sampai ke pojok surga’ bisa hidup bahagia ketika mengetahui ternyata si suami yang didambakan dijebloskan di neraka..? ?. Maka keputusan Allah untuk menghilangkan hubungan nasab dan perasaan yang melandasinya di akherat tersebut merupakan suatu keniscayaan dan bisa diterima akal sehat kita, karena memang demikianlah seharusnya. Allah menjelaskan bagaimana perasaan manusia nanti di surga : [7 :43 ] Dan Kami cabut segala macam dendam
yang berada di dalam dada mereka;[15 :47 ] Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan- dipan. Tidak ada lagi perasaan tersinggung, cemburu, sakit hati terhadap perilaku penghuni surga yang lain.

Al-Qur ’an menyuruh kita untuk berpikir soal ini dengan cara memperbandingkannya dengan
kehidupan kita di dunia : [56 :60 ]
Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-sekali tidak akan dapat dikalahkan, [56 :61 ]
untuk menggantikan kamu dengan orang- orang yang seperti kamu (dalam dunia) dan menciptakan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui. [56 :62 ] Dan Sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan yang pertama, maka mengapakah kamu
tidak mengambil pelajaran (untuk penciptaan yang kedua)? Ayat tersebut menginformasikan bahwa bagaimana persisnya keadaan kita di akherat kelak merupakan suatu yang tidak bisa kita bayangkan karena belum pernah ada bandingannya di dunia ini. Ibarat kita menyodorkan
kalkulator kepada masyarakat primitif, mereka tentu saja punya alat untuk melakukan penghitungan seperti batu dan ranting kayu, lalu ketika diberikan kalkulator untuk melakukan penghitungan, maka pastilah mereka akan kebingungan karena buat kaum primitif, kalkulator
merupakan benda ‘yang tidak pernah terbayangkan’ sebelumnya, sekalipun kalkulator merupakan penyempurnaan dari sarana berhitung yang ada pada mereka.
Demikian juga dengan manusia, saat ini kita punya tubuh dan pranata/sistem yang kita kenal
dalam menjalani kehidupan, apakah kita mampu membayangkan bagaimana persisnya bentuk tubuh dan sistem kehidupan yang merupakan penyempurnaan dari apa yang kita miliki saat ini..??

Namun secara cerdas, ayat Al-Qur ’an tersebut menggiring kita untuk memikirkannya, ketika Allah menyatakan ‘Dan Sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan yang pertama, maka mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran ’, artinya Allah menyuruh kita untuk melihat perumpamaannya. Kita bisa membayangkan kalau seandainya kita dilahirkan kembali ke dunia,
memulai lagi proses kelahiran dari rahim seorang wanita, lahir, menjadi bayi dan tumbuh dewasa, apakah kita akan berusaha mengulangi kembali kehidupan kita yang dahulu..?? apakah kita akan mencari-cari istri yang kita cintai pada kehidupan terdahulu..?? apakah kita akan berusaha kembali mengumpulkan anak-anak yang kita sayangi dulu.. ?? Apakah kita akan
'dibakar api cemburu' ketika tahu istri kita dahulu yang telah menitis kepada sosok yang lain ternyata menemukan jodohnya yang lain pula, atau marah-marah melihat anak kita di kehidupan terdahulu ternyata menitis menjadi anak orang lain..?? Anda juga bisa memakai
perumpamaan ini untuk periode sebaliknya, jika kehidupan anda saat ini adalah titisan dari hidup anda sebelumnya, apakah saat ini anda sedang mencari-cari dimana istri anda dulu..?? atau berusaha menemukan ayah-ibu anda dahulu..??

Tanya Jawab Masalah Islam jam 18 49 kemarin Tentu saja tidak demikian, kita akan berproses sesuai jalur kehidupan yang sudah ditentukan, mencari jodoh sesuai takdir kita, melahirkan anak yang berbeda. Demikianlah
desain hidup kita dahulu, maka itu juga yang berlaku bagi kita pada kehidupan selanjutnya. Perintah untuk berpikir melalui perumpamaan tersebut sebenarnya sudah bisa memberikan gambaran bagaimana nantinya kita di akherat terkait hubungan antara manusia, bahwa kita akan menjalani kehidupan yang baru sebagai bentuk penyempurnaan kehidupan kita di dunia.. jangan khawatir terhadap suami anda nantinya, apakah masih bersama anda atau sudah ‘dibajak’ oleh para bidadari.

Yang sebaiknya anda lakukan adalah mendo ’akan suami dan anak-anak agar mereka selalu dilindungi Allah dan mendapat kebaikan kelak di akherat, memastikan apakah suami dan anak-anak selalu bisa menjalankan apa yang diperintah oleh Allah, disamping tetap
berusaha untuk memperbaiki diri terus-menerus, menjadi istri yang salehah. Suami dan keluarga adalah sarana anda untuk berbakti kepada Allah, menjadi ‘medan tempur’ yang
bisa anda manfaatkan untuk meraup pahala sebanyak- banyaknya.

Mencintai suami sepenuh jiwa dan raga tentu saja merupakan sikap yang mulia, namun hal tersebut tetap harus dikaitkan dengan kecintaan anda kepada Allah semata.
Bagi netters Kristen yang sinis dan dengki, mudah-mudahan tulisan ini bisa menjawab dan menghapus penyakit yang ada dalam hati anda dalam melihat kebenaran dan keagungan ajaran Islam, bahwa pertanyaan yang selama ini anda ajukan, hanya datang dari kebekuan hati sehingga tidak mampu lagi menuntun pikiran anda melihat persoalan secara jernih. Bagaimana

Keadaan Seorang Istri di Surga Adapun jika seorang wanita meninggal sebelum dia sempat
menikah dengan seorang laki-laki maka Allah lah yang menikahkannya kelak di surga dengan seorang lelaki dunia, sebagaimana sabda Rasulullah saw, ”Tidaklah ada di surga seorang bujang.” (HR. Muslim). Syeikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa jika seorang wanita belum menikah di dunia maka Allah swt yang menikahkannya dengan seseorang yang menyedapkan pandangan
matanya di surga. Kenikmatan di surga tidaklah terbatas untuk kaum laki-laki akan tetapi untuk kaum laki-laki dan wanita dan diantara kenikmatan itu adalah pernikahan.

Demikian halnya dengan seorang wanita yang meninggal dalam keadaan sudah dicerai. Demikian
pula terhadap seorang wanita yang suaminya tidak masuk surga, Syeikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa seorang wanita yang masuk surga dan belum menikah atau suaminya tidak termasuk kedalam ahli surga maka jika wanita itu masuk surga dan di surga terdapat lelaki dunia yang belum menikah maka seorang dari merekalah yang menikahinya. Adapun seorang
wanita yang meninggal setelah menikah dan dia termasuk ahli surga maka di surga dia akan
bersama suaminya yang menikahinya saat meninggalnya.

Adapun seorang wanita yang ditinggal suaminya terlebih dahulu kemudian ia tidak menikah lagi
setelahnya hingga dia meninggal dunia maka wanita itu akan menjadi istrinya di surga. Adapun seorang wanita yang ditinggal suaminya terlebih dahulu kemudian ia menikah lagi setelah itu maka wanita itu menjadi istri bagi suaminya yang terakhir walaupun wanita itu pernah
menikah dengan beberapa laki-laki, sebagaimana sabda Rasulullah saw, ” Seorang istri untuk suaminya yang terakhir.” (Silsilatu al Ahadits ash Shahihah Lil Albani) dan perkataan
Hudzaifah kepada istrinya, ”Jika engkau mau menjadi istriku di surga maka janganlah engkau menikah sepeninggalku. Sesungguhnya seorang istri di surga adalah untuk suaminya yang terakhir di dunia. Karena itu Allah swt mengharamkan istri-istri Nabi untuk kmenikah
sepeninggal beliau saw karena mereka adalah istri- istrinya saw di surga. ” wallahua'lambishawab

Menyentuh Kemaluan : Batalkah?

Menyentuh Kemaluan : Batalkah?

13 March 2010 12:12:01
Assalamu `alaikum wr.wb.

Mohon maaf ustadz kalau pertanyaan saya kurang sopan. Pertanyan saya ini terkait dengan hukum batal atau tidaknya wudhu` yang kita lakukan, yaitu apabila kita menyentuh kemaluan.

Ada yang bilang hukumnya batal, tapi saya juga pernah dapat satu penjelasan bahwa hukumnya tidak membatalkan. Saya jadi bingung. Mohon penjelasan dan terima kasih.

Wassalam

Jawaban :

Untuk menjawab masalah ini, ada baiknya kita kembali kepada pelajaran kita dalam fiqih Taharah. Disana disebutkan bahwa memang yang termasuk dalam benda-benda najis adalah darah. Bukan cuma darah non muslim saja, tetapi darah seorang muslim pun termasuk najis juga. Jadi kalau bicara najis, jangankah darah orang kafir, lha wong darah seorang muslim pun juga najis.

Kalau masalah ini sudah selesai, tinggal masalah bagaimana hukum memasukkan benda najis ke dalam tubuh kita?

Jawabnya begini, darah itu haram dimasukkan ke dalam tubuh kita karena najis, tetapi bila memasukkannya lewat mulut, alias diminum. Kita tahu bahwa minum atau makan benda najis itu diharamkan.

Akan tetapi kalau dimasukkan dengan cara ditranfusikan ke dalam tubuh, yang dalam hal ini, ilmu kedoteran memang mengharuskan adanya tambahan darah, tentu saja hukumnya tidak sama dengan meminum darah. Jadi tidak ada masalah dengan memasukkan darah ke dalam tubuh yang bertujuan justru untuk mengatasi masalah kekurangan darah.

Dalam kasus luka yang mengeluarkan banyak darah, dimana terjadi pendarahan yang parah, apabila seorang pasien tidak mendapatkan suplai darah yang cukup, bisa berakibat pada kematian. Maka tindakan menambah darah itu bukan hanya boleh, tetapi malah wajib.

Hanya saja sampai hari ini belum ada pabrik yang bisa memproduksi darah. Darah yang bisa ditransfusikan ke dalam tubuh pasien tidak lain harus dari seseorang. Dan karena hukum Islam melarang jual beli darah karena termasuk benda najis, maka satu-satunya cara adalah dengan mendonorkannya. Maka para ulama mengatakan bahwa mendonorkan darah termasuk amal shalih yang sangat mulia, karena darah itu sangat dibutuhkan oleh pasien yang butuh pertolongan.

Fatwa Syeikh Husamuddin bin Musa `Ufanah

Beliau berfatwa bahwa donor darah merupakan praktek yang sangat penting untuk dilakukan. Bertabarru` atau menumbang darah sebagai donor adalah sebuah amal yang disunnahkan.

Bahkan beliau menyatakan tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa hukum donor darah itu sampai kepada hukum fardhu kifayah. Tentunya bila sudah ada muslim yang melakukannya, sudah gugur kewajibannya.

Namun ulama Palestina yang menjadikan guru besar ilmu syariah di Universitas Al-Quds ini menyatakaan haramnya jual beli darah. Karena tubuh manusia itu mulia, tidak untuk diperjual-belikan. Termasuk juga darahnya.

Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi

Ulama asal Mesir yang kini menetap di Qatar ini malah menyatakan bahwa donor darah adalah bentuk sedekah yang paling utama di zaman sekarang ini.

Sebab menjadi donor darah dalam konteks ini bukan sekedar membantu, tetapi sudah sampai taraf menyelematkan nyawa seseorang. Jadi nilainya sangat tinggi di sisi Allah. Bahkan menyelamatkan nyawa manusia yang seharusnya mati tidak tertolong, tapi dengan berkat donor darah ini mengakibatkan bisa terus berlangsungnya kehidupan seseorang, digambarkan seperti memberikan kehidupan kepada semua manusia.

Sebagaimana firmanAllah SWT:

Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (QS. Al-Maidah: 32).

Di dalam hadits shahih Rasulullah SAW bersabda:

Siapa yang membebaskan seorang muslim dari bebannya di dunia, maka Allah akan membebaskannya dari bebannya di hari kiamat. (HR Bukhari dan Muslim)

Maka menurut beliau orang yang mendonorkan darah akan mendapat pahala yang berlipat ganda bilangannya, sampai 700 kali lipat.

Fatwa Syaikh Zaid Bin Muhammad Al-Madkhali

Apabila terdapat padanya maslahat dan tidak menimbulkan kemudharatan yang dapat membahayakan dirinya, maka donor darah tidak terlarang. Bahkan padanya terdapat pahala dan keutamaan, sebagaimana yang termaktub dalam kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.

AllahSWT berfirman:

“Barangsiapa yang beramal dengan sebiji debu kebaikan maka dia akan melihatnya, dan barangsiapa yang beramal dengan sebiji debu kejelekan maka dia akan melihatnya” (QS. Az Zalzalah: 7-8)

Juga Rasulullah SAW bersabda:

“Dan Allah akan selalu menolong hamba-Nya, selama hamba Nya selalu menolong saudaranya"

Maka tidak boleh menjual-belikan darah dan juga memakan hasil dari penjualannya itu.

Donor Darah Tidak Mengakibatkan Kemahraman

Sebagaimana kita ketahui bahwa penyebab kemahraman hanya 3 saja, yaitu karena nasab, mushaharah (pernikahan) dan radhaah (penyusuan). Sedangkan donor darah tidak bisa diqiyaskan dengan penyusuan. Qiyas seperti itu merupakan qiyas ma`al-fariq.

Syeikh Al-`Allamah Jadil Haq Ali Jadil Haq, Syeikhul Azhar di masa lalu menyatakan bahwa donor darah sama sekali tidak bisa dijadikan sebab terjadinya kemahraman antara seorang donor dengan penerimanya.

Memang ada sebagian kalangan yang berusaha mengqiyaskan antara donor darah dengan penyusuan bayi. Di mana penyusuan bayi mengakibatkan kemahraman, lalu mereka mengqiyaskan antara keduana.

Namun ulama besar Mesir yang pernah mengunjungi Indonesia ini tegas menyatakan alasan tidak bisa diqiyaskan antara susu yang diminum bayi yang mengakibatkan kemahraman dengan darah yang didonorkan kepada pasiennamun tidak mengakibatkan kemahraman.

Menurut beliau karena karakter yang ada pada darah berbeda dengan karakter yang ada pada susu ibu yang diisap bayi.

Susu ibu adalah makanan buat bayi, makanya bisa mengakibatkan kemahraman antara wanita yang menyusi dengan bayi yang disusuinya.

Sedangkan karakter darah tidak seperti susu ibu, darah bukan makanan bagi orang yang menerima donor darah, melainkan darah menjadi media pengantar makanan, oksigen dan lainnya. Sehingga tidak ada proses pertumbuhan dari darah yang ditransfusikan ke dalam tubuh seseorang.

Itulah sebabnya darah yang didonorkan kepada pasien tidak mengakibatkan berubahnya status kemahraman antara donor dan penerima darah.

Kesimpulannya, anda boleh menikahi wanita yang pernah anda donorkan darah kepadanya, karena donor darah tidak mengakibatkan kemahraman.

Wallahu a`lam bishshawab, wasalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Tanda Kiamat: Budak Wanita Melahirkan Majikannya, Maksudnya?

Tanda Kiamat: Budak Wanita Melahirkan Majikannya, Maksudnya?

12 March 2010 23:59:59
Sebuah hadits menyebutkan bahwa di antara tanda-tanda kiamat adalah bila budak melahirkan tuannya.

Jawaban :

Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Hadits yang anda tanyakan itu merupakan hadits yang mashyur baik di kalangan muhadditsin maupun orang awam kebanyakan. Salah satu versi lafadznya dimuat di dalam kitab Al-Arba`in An-Nawawiyah susunan Al-Imam An-Nawawi rahuimahullah.

Kitab kecil ini pun tidak kurang populernya di kalangan umat Islam. Adapun lafadz asli merupakan teks hadits yang lumayan panjang.

عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال: بينما نحن جلوس عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب شديد سواد الشعر, لا يرى عليه أثر السفر, ولا يعرفه منا أحد حتى جلس إلى النبي صلى الله عليه وسلم فأسند ركبته إلى ركبتيه ووضح كفيه على فخذيه, وقال: يا محمد أخبرني عن الإسلام, فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم " الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا " قال صدقت فعجبا له يسأله ويصدقه, قال: أخبرني عن الإيمان قال " أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالقدرخيره وشره " قال: صدقت, قال: فأخبرني عن الإحسان, قال " أن تعبد الله كأنك تراه, فإن لم تكن تراه فإنه يراك " قال, فأخبرني عن الساعة, قال " ما المسئول بأعلم من السائل " قال فأخبرني عن اماراتها. قال " أن تلد الأمة ربتها وأن ترى الحفاة العراة العالة رعاء الشاء يتطاولون في البنيان." ثم انطلق فلبث مليا, ثم قال " يا عمر, أتدري من السائل ؟ ", قلت: الله ورسوله أعلم, قال " فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم " رواه مسلم

.Lelaki itu berkata lagi, "Beritahukan kepadaku kapan terjadinya Kiamat." Nabi menjawab, "Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya." Dia pun bertanya lagi, "Beritahukan kepadaku tentang tanda - tandanya!" Nabi menjawab, "Jika budak wanita telah melahirkan tuannya, jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta penggembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi." (HR Muslim)

Salah satu ciri akan terjadinya hari kiamat sughra adalah bila budak wanita telah melahirkan tuannya. Kalimat ini memang agak aneh terdengar, bahkan untuk para ahli hadits sekalipun.

Tentunya lafadz ini adalah kalimat yang bisa punya makna sesungguhnya, tetapi bisa jadi sebuah idiom atau ungkapan khas, yang barangkali di masa nabi SAW cukup dipahami dengan mudah maknanya. Namun buat kita yang tidak hidup di sana, cukup bingung juga memahaminya.

Para ulama ahli hadits dalam banyak karya mereka menuliskan beberapa penafsiran yang berbeda. Kalau kita kumpulkan, paling tidak ada 4 makna yang saling berbeda yang seringkali diungkapkan oleh para ulama. Satu versi melihat dengan positif dan tiga versi melihat dengan pandangan negatif.

1. Sudah semakin tersebarnya agama Islam

Kalau dikatakan bahwa para budak wanita telah melahirkan orang-orang yang jadi tuannya, maka maksudnya adalah perbudakan telah hilang dari muka bumi. Karena para budak itu tidak lagi melahirkan budak, melainkan telah melahirkan orang-orang yang merdeka.

Dan ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang telah berhasil membebaskan perbudakan. Karena Islam, perbudakan menjadi hilang dari permukaan bumi ini. Karena Islam, manusia pada akhirnya tidak lagi mengalami perbudakan.

Maka ungkapan bahwa budak melahirkan tuannya dalam pendapat ini menjadi sesuatu yang bersifat positif.

2. Tersebarnya sikap durhaka kepada orang tua

Dalam pandangan yang lain, ungkapan bahwa budak telah melahirkan tuannya lebih merupakan sekedar ungkapan. Maksudnya, anak-anak akan menjadi durhaka kepada orangtuanya, terlebih kepada ibunya.

Seolah-olah ibunya dijadikan budak, dan anak telah berubah menjadi tuan yang memperbudak ibunya sendiri.

Dalam pandangan ini, gambarannya malah terbalik, bukan gambaran yang bersifat optimis melainkan bersifat apatis. Tanda-tanda kiamat dihiasi dengan semakin hilangnya rasa hormat kepada orang tua.

3. Tersebarnya kebodohan dan hinanya syariah Islam

Dalam pandangan ini, gambaran bahwa budak telah melahirkan tuannya menjadi simbol dari kebodohan yang dialami oleh umat Islam. Selain kebodohan tentu saja juga terhinanya umat Islam.

4. Tersebarnya zina dan nikah syubhat

Penafsiran lain tentang budak yang melahirkan tuannya adalah sebuah gambaran tentang tersebarnya zina. Kiamat digambarkan akan didahului dengan tersebarnya zina di mana-mana, sampai para wanita budak melahirkan anak dari orang yang merdeka, tentunya lewat perzinaan yang melanggar syariah Islam.

Atau zina sudah menjadi sebuah fenomena massal dan kebiasaan masyarakat sehari-hari. Di mana-mana kita temui zina, bahkan di kampung sendiri. Sesuatu yang di masa lalu masih tabu kita dengar, tapi hari ini di layar kaca, sinetron kita selalu menayangkan bagaimana selingkuh dan perzinaan berubah dari tontonan menjadi tuntunan.

Demikianlah sekedar penjelasan darurat dan singkat, untuk lebih luasnya kajian seperti ini anda bisa langsung menelusuri kitab-kitab syarah hadits yang cukup banyak tersedia di berbagai perpustakaan.

Wallahu `alam bishshawab wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ahmad Sarwat, Lc.

Kalau Rokok Haram : Bagaimana Solusinya

Kalau Rokok Haram : Bagaimana Solusinya

22 March 2010 12:01:32
Assalaamu`alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Pak ustadz, melalui berbagai fatwa ulama, saya jadi tahu rokok itu haram (insya Allah saya bukan perokok sejak dulu). Tapi kok terpikir bgmn solusinya di tengah persepsi publik bahwa industri rokok seolah menjadi "tulang punggung" ekonomi rakyat(?). Tergelitik juga membaca curhat di salah satu blog: Jika rokok menjadi HARAM
Puluhan Juta saudara seiman akan BERDOSA jika tetap menjadi direktur, staf, karyawan, kuli yang bekerja di perusahaan rokok. Jutaan saudara seiman akan BERDOSA jika di dalam supermarket, swalayan, toko, kios, asongan yang dijualnya terdapat 1 batang rokok.

Bagaimana tanggapan Pak Ustadz?

Wassalaamu`alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Jawaban :

Assalaamu`alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Benarkah mengharamkan rokok bisa mengguncangkan ekonomi?

Jawabnya adalah benar sekali. Tentu bila fatwa haramnya rokok dikeluarkan secara tiba-tiba, maka pasti muncul goncangan yang dahsyat. Itu pasti dan tidak mungkin terhindarkan.

Namun mana ada Al-Quran mengharamkan sesuatu dengan cara tiba-tiba? Haramnya khamar membutuhkan empat periode pengharaman, dari sekedar menyindir hingga haram total. Haramnya riba juga mengalami proses yang sama. Terus berlaku dengan semua hal, termasuk proses pembebasan manusia dari perbudakan.

Maka untuk menghindari masyarakat dari bahaya asap rokok, perlu dilakukan dalam proses jangka pendek dan jangka panjang. Serta menggunakan sistematisasi yang komprehensif, menyentuh semua bidang kehidupan serta melibatkan semua elemen.

Perlu dipikirkan pengalihan kerja para petani tembakau dan buruhnya juga. Perlu dipikirkan konversi industri rokok menjadi industri yang lainnya. Termasuk para penyalur, pengecer dan penjual.

Harus ada kebijakan dari pihak penguasa dan itikad baik tentunya, agar semua proses itu bisa berjalan dengan mulus. Misalnya dalam jangka waktu 10 tahun ke depan. Mulai dari ulama yang bikin fatwa, ahli pertanian yang menemukan tanaman pengganti tembakau yang lebih menguntungkan petani, juga ahli hukum dan aparat penegaknya yang bekerja sistematis, terpadu dan terintegrasi.

Mungkin visi dan misi penghilangan rokok harus dipimpin langsung oleh Presiden yang mengharamkan rokok untuk semua menterinya. Lalu semua menteri mengharamkan rokok buat semua pejabat eselon 1, 2 dan tiga. Lalu terus ke bawah hingga tingkat yang paling rendah. Boleh saja dimasukkan ke dalam syarat penerimaan PNS dan TNI serta kepolisian adalah orang yang tidak merokok.

Haramnya Rokok

Haramnya rokok bukan karena kenajisannya seperti haramnya kita makan babi atau bangkai. Juga bukan karena efek menghilangkan kesadaran dan kewarasan, sebagaimana haramnya kita minum khamar.

Tetapi karena ilmu pengetahuan dan teknologi akhir-akhir ini menemukan bahaya asap rokok yang serius dan sangat mematikan. Sebuah penemuan yang sangat baru dan untuk jangka waktu yang panjang belum pernah disadari oleh manusia.

Walhasil, kalau di kitab-kitab fiqih klasik tidak pernah dibahas tentang haramnya rokok, karena manusia saat itu belum mengenal hakikat racun asap rokok. Yang mereka kenal hanyalah bau mulut akibat rokok, sehingga hukumnya paling jauh sekedar makruh.

Kalau hari ini kita masih melihat banyak kiyai yang asyik menyedot asap rokok, barangkali karena mereka tidak mendapatkan up-date terbaru soal informasi bahaya asap rokok. Dalil yang mereka pakai masih dalil yang klasik dan ketinggalan zaman.

Namun para ulama yang melek informasi dan mengerti teknologi dan ilmu pengetahuan, biasanya akan cepat menyerap informasi dan cenderung menghindari diri dari asap rokok. Baik sebagai perokok aktif maupun pasif.

Ketika kalangan ahli menemukan formalin di banyak bahan makanan, serempak orang berhenti memakan makanan yang mengandung formalin. Ketika boraks ditemukan dalam makanan kita, orang-orang pun segera berhenti memakannya. Mengapa mereka bisa begitu kompak dan serempak berhenti makan formalin, boraks dan sebagainya?

Karena mereka tahu betapa berbahayanya zat-zat itu untuk tubuh. Saat itu, tidak ada orang yang bingung tentang ribuan pekerja yang bakalan menganggur karena kerja di bidang pembuatan makanan yang mengandung zat berbahaya itu. Orang-orang lebih mementingkan kesehatan masyarakat yang lebih luas, ketimbang memikirkan nasib pekerja yang bakalan menganggur.

Tahu BahayaTapi Tetap Merokok

Tapi ternyata tidak semua orang konsekuen dengan ilmunya. Meski mengaku sebagai orang pandai, cerddas dan berilmu pengetahuan.

Bukankah banyakdokter yang tidak bisa menghentikan kebiasaan merokoknya? Padahal mereka orang yang paling tahu bahaya racun asap rokok. Mereka adalah orangyang mengajarkan kepada manusia bahwa rokok itu racun dan berbahaya bagi kesehatan, bukan sekedar berbahaya, tetapi bahaya yang amat serius.

Kalau pak dokter ada yang merokok, maka siapa yang bisa menjamin bahwa masyarakat awam tidak merokok? Sedangkan fatwa haram rokok milik para ulama berangkat dari ilmunya para dokter.

Bukankah tidak sedikit para dokter yang juga doyan minum khamar? Padahal mereka tahu bahaya khamar, jauh lebih tahu dari para ulama tentunya.

Jadimasalahnya buat sebagian orang memang bukan terletak pada ketidak-tahuan, melainkan kemampuan diriuntuk menahan hawa nafsu. Di situlah titik masalahnya.

Siapa bilang para lelaki hidung belang dan para wanita penjaja kenikmatan seks tidak mengerti penyakit kelamin yang sangat menyakitkan? Justru mereka adalah orang paling tahu bahaya seks bebas. Tapi hawa nafsu mengalahkan mereka. Jadi urusannya memang bukan seseorang itu tidak tahu adanya bahaya, tetapi karena seseorang sudah tidak mampu menahan gejolak syahwatnya sendiri.

Ketika seseorang masih saja merokok, ada dua kemungkinan penyebabnya. Pertama, dia tidak tahu bahaya asap rokok. Kedua, mungkin dia tahu tapidia tidak mampu menahan syahwat merokoknya.

Wallahu a`lam bishshawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Nikah Jarak Jauh

Nikah Jarak Jauh

17 March 2010 23:23:38
Assalamu`alaikum wr, wb...

Puji syukur kehadirat Alloh SWT, semoga rahmat dan hidayah Nya selalu tercurahkan kepada kita... Pak ustadyangdirahmati Alloh SWT, ada beberapa halyangingin sy tanyakan, di antaranya:

  1. Apakah ada hadist ataupun fiqih yang menjelaskan tentang pernikahan jarak jauh(calon pasangan suami isteri tidak bertemu), contoh: calon isteri di indonesia& calon suami di luar negri
  2. Bagaimana dengan hukum pernikahan yang tidak dihadiri oleh orang tua dari kedua mempelai, karena banyak terjadi dikalangan anak muda sekarangyangmengikuti trend menikah di luar negri tanpa menghadirkan orang tua mereka.
Sementara demikian yang ingin sy tanyakan semoga jawaban pak ustad dpt menjadi referensi berharga untuk saya, trimakasih. Jazakumulloh..... Wassalamualaikum wr.

Jawaban :

Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Tidak ada masalah untuk melakukan nikah jarak jauh, di mana pengantin laki dan pengantin perempuan tidak saling bertemu. Sama sekali tidak ada masalah.

Mengapa tidak ada masalah?

Karena akad nikah atau ijab kabul dalam syariah Islam memang tidak terjadi antara pengantin laki dan pengantin perempuan. Ijab kabul terjadi antara pengantin laki dengan ayah kandung/ wali dari pengantin perempuan.

Maka cukuplah si pengantin laki dan calon mertuanya itu saja yang mengucapkan ijab kabul. Asalkan ijab kabul itu disaksikan oleh dua orang laki-laki muslim yang sudah aqil baligh, akad itu sudah sah.

Taukil

Lebih jauh lagi, dalam syariah Islam juga dikenal taukil, yaitu mewakilkan kewenangan untuk melakukan suatu akad kepada orang lain.

Akad yang bisa diwakilkan ini bukan hanya akad nikah, tetapi juga termasuk akad jual beli. Jadi seperti akad jual beli yang boleh diwakilkan kepada orang lain, maka akad nikah pun buleh diwakilkan. Kedua belah pihak boleh mewakilkan wewenangnya kepada orang lain.

Calon suami boleh meminta temannya atau siapa pun untuk bertindak atas nama dirinya dalam melakukan ijab kabul.

Demikian juga hal yang sama berlaku buat wali, dia boleh meminta orang lain untuk bertindak atas nama dirinya untuk melakukan ijab qabul. Kalau dua-duanya mewakilkan ijab qabul kepada orang lain, maka kejadiannya betul-betul luar biasa. Karena tak satu pun dari para pihak yang datang duduk di majelis akad nikah.

Tapi hukum akad nikahnya tetap sah. Sebab masih ada dua saksi yang akan berfungsi sebagai `supervisor`, di mana mereka berdua memastikan bahwa perwakilan dari masing-masing pihak adalah sah. Nikah Tanpa Izin Orang Tua Buat seorang wanita, tidak ada nikah tanpa wali.

Dan wali adalah ayah kandungnya yang sah. Hanya di tangan ayah kandung sajalah seorang wanita boleh dinikahkan. Seandainya si ayah kandung tidak mampu menghadiri akad nikah anak gadisnya, maka dia boleh mewakilkan dirinya kepada orang lain yang dipercayainya.

Namun hak untuk menjadi wali tidak boleh `dirampas` begitu saja dari tangan ayah kandung. Bila sampai perampasan itu terjadi, lalu wali gadungan itu menikahkan anak gadis itu, maka akad nikah itu tidak sah. Kalau mereka melakukan hubungan suami isteri, hukumnya zina.

Petugas Pencatat Nikah

Yang lebih menarik, justru kehadiran petugas pencatat nikah yang biasanya memimpin ijab qabul, sama sekali tidak masuk dalam urusan sah atau tidaknya pernikahan. Meski tugas itu didapat dari pemerintah secara resmi, namun tanpa kehadirannya akad nikah bisa tetap berlangsung.

Sementara anggapan sebagian masyarakat kita, petugas KUA ini seolah menjadi tokoh inti dari sebuah ijab qabul. Padahal tugas hanya sekedar mencatat secara administratif saja.

Hadir atau tidak hadir, tidak ada urusan dengan sahnya sebuah akad nikah. Namun demikian, demi tertibnya administrasi negara, sebaiknya petugas ini dihadirkan juga, akan akad nikah itu secara resmi juga tercatat dengan baik di pemerintahan. Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Tidak ada masalah untuk melakukan nikah jarak jauh, di mana pengantin laki dan pengantin perempuan tidak saling bertemu. Sama sekali tidak ada masalah.

Mengapa tidak ada masalah?

Karena akad nikah atau ijab kabul dalam syariah Islam memang tidak terjadi antara pengantin laki dan pengantin perempuan. Ijab kabul terjadi antara pengantin laki dengan ayah kandung/ wali dari pengantin perempuan.

Maka cukuplah si pengantin laki dan calon mertuanya itu saja yang mengucapkan ijab kabul. Asalkan ijab kabul itu disaksikan oleh dua orang laki-laki muslim yang sudah aqil baligh, akad itu sudah sah. Taukil Lebih jauh lagi, dalam syariah Islam juga dikenal taukil, yaitu mewakilkan kewenangan untuk melakukan suatu akad kepada orang lain.

Akad yang bisa diwakilkan ini bukan hanya akad nikah, tetapi juga termasuk akad jual beli. Jadi seperti akad jual beli yang boleh diwakilkan kepada orang lain, maka akad nikah pun buleh diwakilkan. Kedua belah pihak boleh mewakilkan wewenangnya kepada orang lain.

Calon suami boleh meminta temannya atau siapa pun untuk bertindak atas nama dirinya dalam melakukan ijab kabul.

Demikian juga hal yang sama berlaku buat wali, dia boleh meminta orang lain untuk bertindak atas nama dirinya untuk melakukan ijab qabul. Kalau dua-duanya mewakilkan ijab qabul kepada orang lain, maka kejadiannya betul-betul luar biasa. Karena tak satu pun dari para pihak yang datang duduk di majelis akad nikah.

Tapi hukum akad nikahnya tetap sah. Sebab masih ada dua saksi yang akan berfungsi sebagai `supervisor`, di mana mereka berdua memastikan bahwa perwakilan dari masing-masing pihak adalah sah. Nikah Tanpa Izin Orang Tua Buat seorang wanita, tidak ada nikah tanpa wali.

Dan wali adalah ayah kandungnya yang sah. Hanya di tangan ayah kandung sajalah seorang wanita boleh dinikahkan. Seandainya si ayah kandung tidak mampu menghadiri akad nikah anak gadisnya, maka dia boleh mewakilkan dirinya kepada orang lain yang dipercayainya.

Namun hak untuk menjadi wali tidak boleh `dirampas` begitu saja dari tangan ayah kandung. Bila sampai perampasan itu terjadi, lalu wali gadungan itu menikahkan anak gadis itu, maka akad nikah itu tidak sah. Kalau mereka melakukan hubungan suami isteri, hukumnya zina.

Petugas Pencatat Nikah

Yang lebih menarik, justru kehadiran petugas pencatat nikah yang biasanya memimpin ijab qabul, sama sekali tidak masuk dalam urusan sah atau tidaknya pernikahan. Meski tugas itu didapat dari pemerintah secara resmi, namun tanpa kehadirannya akad nikah bisa tetap berlangsung.

Sementara anggapan sebagian masyarakat kita, petugas KUA ini seolah menjadi tokoh inti dari sebuah ijab qabul. Padahal tugas hanya sekedar mencatat secara administratif saja.

Hadir atau tidak hadir, tidak ada urusan dengan sahnya sebuah akad nikah. Namun demikian, demi tertibnya administrasi negara, sebaiknya petugas ini dihadirkan juga, akan akad nikah itu secara resmi juga tercatat dengan baik di pemerintahan.

Wallahu `alam bishshawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Antara Warisan dan Wasiat

Antara Warisan dan Wasiat

12 April 2010 14:13:12
Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Saya mau tanya ustadz, apabila seorang laki-2 meninggal dgn meninggalkan seorang istri (ibu), 7 org anak laki2 dan 6 org anak perempuan. Karena ibunya masih hidup mereka tidak membagi warisannya, dan membuat perjanjian yg ditandatangani oleh mereka semua (ibu dan anak-2 nya) utk membagi warisannya sama rata.

Nah, pertanyaan saya adalah apakah setelah ibunya meninggal, warisan tersebut harus dibagi sama rata (sesuai perjanjian mereka bersama) atau tetap harus dgn hukum islam ? mohon pencerahannya... terima kasih

Wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jawaban :

Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Inilah musibah yang banyak sekali melanda umat Islam, yaitu tindakan menyepakati untuk menginjak-injak agamanya sendiri secara terang-terangan di muka umum, tanpa rasa risih, tanpa rasa malu, tanpa rasa bersalah dan tanpa berpikir bahwa tindakan itu hanya akan menurunkan murka Allah SWT saja.

Betapa tidak?

Para ahli waris sepakat untuk tidak melaksanakan hudud (ketentuan) yang telah Allah SWT tetapkan dalam urusan harta waris. Padahal justru hal seperti itulah yang telah diwanti-wanti Allah SWT agar jangan dilakukan. Bahkan sampai Allah SWT mengancam akan memasukkan mereka yang tidak memperhatikan pembagian waris sesuai dengan ketentuan-Nya ke dalam neraka, meski mereka beragama Islam.

Tidak berhenti sampai disitu, malah Allah memastikan kalau sudah masuk neraka, akan selamanya abadi di dalamnya, tidak akan keluar lagi.

Hukuman masuk neraka dan abadi di dalamnya biasanya hanya diancamkan kepada orang-orang kafir yang tidak mau memeluk agama Islam. Tetapi ketentuan itu ada pengecualiannya, salah satunya adalah bila ada orang yang mengaku muslim, tetapi secara terang-terangan dan sepenuh kesadaran meninggalkan cara pembagian warisan secara Islam.

وَمَن يَعْصِ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِينٌ
Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.(QS. An-Nisa : 14)

Tegas dan nyata sekali ancaman Allah SWT di dalam ayat ini. Membagi waris tidak dengan apa yang telah ditetapkan-Nya adalah durhaka dan melanggar ketentuan-Nya. Dan akibatnya, pasti akan dimasukkan ke dalam neraka, kekal di dalamnya, ditambah bonus berupa siksa yang menghinakan.

Maka buat kita sebagai muslim yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, serta bercita-cita masuk surga, membagi waris dengan metode syariat Islam adalah harga mati yang sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kecuali bila memang ingin masuk neraka serta menjadi anggota tetap, lain lagi urusannya.

Banyak Dosa Besar Yang Lain Tanpa Ancaman Kekal di Neraka

Ayat ini memang menarik untuk dikaji lebih jauh. Mengingat kita sudah mengenal ada begitu banyak dosa-dosa besar yang disebutkan di dalam Al-Quran, dimana kita juga sudah tahu bahwa dosa-dosa itu pasti mengandung ancaman siksa di neraka.

Tapi dari sekian banyak dosa besar, seperti zina, mencuri, sumpah palsu, durhaka kepada orang tua, minum khamar, berjudi,

Bagaimana Kalau Sudah Terlanjur?

Pertanyaan Anda berikutnya adalah bagaimana bila kesepakatan itu sudah terlanjur dibuat? Haruskah dipertahankan atau dibatalkan? Bukankah kesepakatan ini juga merupakan wasiat dari orang tua?

Untuk itu jawabannya sederhana saja. Perjanjian itu sifatnya batil dan batal demi hukum. Sebab perjanjian itu dibuat dengan menentang ketentuan dari Allah.

Kedudukannya sama saja dengan sekumpulan orang yang berjanji untuk merampok bank, atau berjanji untuk memperkosa korban beramai-ramai, atau berjanji untuk berjudi bersama, atau berjanji untuk mengkonsumsi shabu-shabu bersama. Ini bukan kesepakatan dan bukan wasiat, tetapi makar dan kemungkaran yang bersifat konspiratif.

Satu-satunya cara adalah dengan membatalkan semua perjanjian itu dan bersama-sama bertaubat kepada Allah SWT. Sebelum semua terlambat dan masuk neraka bersama-sama dan menjadi permanent member (anggota tetap).

Semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosa kita baik yang kita tahu kesalahannya atau pun yang kita belum tahu. Dan Allah SWT itu Maha Pengampun buat hamba-Nya, dengan syarat hamba-Nya itu memang serius mau minta ampun,

Wallahu a`lam bishshawab,
Wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,


Ahmad Sarwat, Lc

Hukum Hudud Buat Peminum Khamar

Hukum Hudud Buat Peminum Khamar
12 April 2010 05:55:04
Assalamu alaikum wr. wb.

Sehubungan dengan berita terbaru dari Malaysia tentang adanya seorang wanita yang kedapatan minum khamar dan dicambuk, sebenarnya apakah hal itu sudah sesuai dengan ketentuan syariah Islam? Adakah ayat atau hadits tentang hal ini? Lalu apakah semua warga muslim atau non muslim juga diancam dengan hukuman cambuk ini?

Lebih jauh lagi, mohon dijelaskan tentang jumlah pukulan, apakah 10 kali atau berapa kali? Dan benda yang digunakan untuk mencambuk itu, bagaimana ketentuannya?

Mohon maaf kalau saya terlalu rinci minta penjelasan. Tapi niat saya ingin lebih dalam memahami. Sebelumnya terima kasih,

Wassalam
Jawaban :
Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Memang bahwa dalam hukum hudud, seorang muslim yang kedapatan dan terbukti meminum khamar oleh pengadilan (mahkamah syar`iyah) hukumannya adalah dipukul. Bentuk hukuman ini bersifat mahdhah, artinya bentuknya sudah menjadi ketentuan dari Allah SWT. Sehingga tidak boleh diganti dengan bentuk hukuman lainnya seperti penjara atau denda uang dan sebagainya.

Dalam istilah fiqih disebut hukum hudud, yaitu hukum yang bentuk, syarat, pembuktian dan tatacaranya sudah diatur oleh Allah SWT.

Dasar pensyariatannya adalah hadits Nabi SAW berikut ini :

"Siapa yang minum khamar maka pukullah".

Hadits ini termasuk jajaran hadits mutawatir, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi pada tiap thabawatnya (jenjang) dan mustahil ada terjadi kebohongan diantara mereka.

Di tingkat shahabat, hadits ini diriwayatkan oleh 12 orang shahabat yang berbeda. Mereka adalah Abu Hurairah, Muawiyah, Ibnu Umar, Qubaishah bin Zuaib, Jabir, As-Syarid bin suwaid, Abu Said Al-Khudhri, Abdullah bin Amru, Jarir bin Abdillah, Ibnu Mas`ud, Syarhabil bin Aus dan Ghatif ibn Harits.

Syarat Diberlakukannya Hudud Peminum Khamar

Namun para ulama sepakat bahwa agar hukuman pukul atau cambuk itu dapat terlanksana, syarat dan ketentuannya harus terpenuhi terlebih dahulu. Tidak asal ada orang minum khamar lantas segera dicambuk. Di antara syarat dan ketentuannya antara lain :

1. Berakal

Peminumnya adalah seorang yang waras atau berakal. Sehingga orang gila bila meminum minuman keras maka tidak boleh dihukum hudud.

2. Baligh

Peminum itu orang yang sudah baligh, sehingga bila seorang anak kecil di bawah umur minum minuman keras, maka tidak boleh dihukum hudud.

3. Muslim

Hanya orang yang beragama Islam saja yang bila minum minuman keras yang bisa dihukum hudud. Sedangkan non muslim tidak bisa dihukum bahkan tidak bisa dilarang untuk meminumnya.

4. Bisa memilih

Peminum itu dalam kondisi bebas bisa memilih dan bukan dalam keadaan yang dipaksa.

5. Tidak dalam kondisi darurat

Maksudnya bila dalam suatu kondisi darurat dimana seseorang bisa mati bila tidak meminumnya, maka pada saat itu berlaku hukum darurat. Sehingga pelakunya dalam kondisi itu tidak bisa dijatuhi hukuman hudud.

6. Tahu bahwa itu adalah khamar

Bila seorang minum minuman yang dia tidak tahu bahwa itu adalah khamar, maka dia tidak bisa dijatuhi hukuman hudud.

Jumlah Pukulan

Ada perbedaan pendapat dikalangan ulama dalam menentukan jumlah pukulan.

1. Jumhur fuqoha

Jumhur ulama sepakat bahwa peminum khamar yang memenuhi syarat untuk dihukum, maka bentuk hukumannya adalah dicambuk sebanyak 80 kali.

Pendapat mereka didasarkan kepada perkataan Sayyidina Ali ra.,

"Bila seseroang minum khamar maka akan mabuk. Bila mabuk maka meracau. Bila meracau maka tidak ingat. Dan hukumannya adalah 80 kali cambuk. (HR. Ad-Daruquthuni, Malik).

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Ali ra. berkata,

"Rasulullah SAW mencambuk peminum khamar sebanyak 40 kali. Abu bakar juga 40 kali. Sedangkan Utsman 80 kali. Kesemuanya adalah sunnah. Tapi yang ini (80 kali) lebih aku sukai". (HR. Muslim).

2. Imam Asy-Syafi`i ra.

Sedangkan Imam Asy-Syafi`i ra. berpendapat bahwa hukumannya adalah cambuk sebanyak 40 kali.

Dari Anas ra. berkata bahwa Rasulullah SAW mencambuk kasus minum khamar dengan pelepah dan sandal sebanyak 40 kali". HR. Bukhari, Muslim, Tirmizy, Abu Daud).

Benda atau Alat Untuk Memukul / Mencambuk

Para ulama mengatakan bahwa untuk memukul peminum khamar, bisa digunakan beberapa alat antara lain : tangan kosong, sandal, ujung pakaian atau cambuk.

Wallahu a`lam bishshawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Basmalah Dibaca Apa Tidak?

Basmalah Dibaca Apa Tidak?

23 April 2010 01:41:22
Assalaamu alaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Bapak Ust. Ahmad Sarwat yang terhormat, saya ingin bertanya tentang suatu hal yang mengganggu pikiran saya selama ini, yaitu tentang sholat.

Saya pernah beberapa kali mengikuti sholat jama’ah khususnya sholat yang ada bacaan jahronya/keras. Kenapa kok saya mendengar antara imam yang satu dengan yang lain ada yang lain bacaannya yaitu bacaan keras pertama yang diperdengarkan. Sebelum membaca surat Alfatihah, ada yang membaca “Bismillahirrohmanirrohim” ada juga yang langsung membaca “Alhamdulillahirobbil ‘alamin”. Sebenarnya ini mana yang benar? Adakah hadist yang menerangkan hal tersebut?

Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan jazakalloh.

Wassalaamu alaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Jawaban :

Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Bacaan basmalah, apakah dibaca jahr (keras) atau dibaca sirr (lirih), oleh imam shalat di dalam shalat-shalat jahriyah (maghrib, Isya` dan shubuh), adalah merupakan salah satukhilaf di kalangan para ulama. Khilaf itu sudah berlangsung berabad-abad yang lalu, dan hingga kini masih tetap khilaf. Apa mau dikata?

Dan salah satu sebabnya, karena para ulama berbeda pendapat, apakah basmalah itu bagian dari surat Al-Fatihah atau bukan?

Kalau kita telusuri kitab-kitab fiqih para ulama, kita akan menemukan perbedaan itu di kalangan para ulama mazhab. Kami akan kutipkan di sini bentuk-bentuk perbedaan pendapat itu.

1. Mazhab Asy-Syafi`i

Menurut mazhab As-Syafi`iyah, lafaz basmalah (bismillahirrahmanirrahim) adalah bagian dari surat Al-Fatihah. Sehingga wajib dibaca dengan jahr (dikeraskan) oleh imam shalat dalam shalat jahriyah. Dalilnya adalah hadits berikut ini:

Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bila kamu membaca Alhamdulillah(surat Al-Fatihah), maka bacalah bismillahirrahmanirrahim, karena Al-Fatihah itu ummul Quran`, ummul kitab, Sab`ul matsani. Dan bismillahirahmanirrahim adalah salah satu ayatnya." (HR Ad-Daruquthuny).

Hadits yang senada juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dengan isnad yang shahih dari Ummi Salamah.

Di dalam kitab Al-Majmu` karya Al-Imam An-Nawawi, ada 6 orang shahabat yang meriwayatkan hadits tentang basmalah adalah bagian dari surat Al-Fatihah. (lihat kitab Al-Majmu` jilid 3 halaman 302)

2. Mazhab Malik

Sedangkan pandangan mazhab Al-Malikiyah, basmalah bukan bagian dari surat Al-Fatihah. Sehingga tidak boleh dibaca dalam shalat baik shalat wajib maupun shalat sunnah. Dan juga baik dalam shalat jahriyah maupun sirriyah.

3. Mazhab Ahmad bin Hanbal

Sedangkan dalam pandangan ulama di kalangan mazhab Al-Hanabilah yang dibangun oleh imam Ahmad bin Hanbal, basmalah adalah bagian dari surat Al-Fatihah, namun tidak dibaca secara keras (jahr), cukup dibaca pelan saja (sirr).

Pilihan Kita

Yang mana saja dari pendapat itu, semua jelas memiliki landasan syar`i dan ijtihad di kalangan ulama yang tentunya dapat dipertanggung-jawabkan. Dan perbedaan ini bukan ajang untuk saling menjelekkan, apalagi saling mengkafirkan.

Sebab para ulama yang berbeda pendapat itu tetap saling bershahabat, bahkan mereka menjadi guru dan murid. Imam Malik adalah guru Imam As-Syafi`i. Dan Imam Ahmad bin Hanbal berguru kepada Al-Imam Asy-Syafi``i. Selain bershahabat, mereka saling menghormati dan saling mengagumi. Bahkan banyak tertulis dalam kitab-kitab bahwa mereka saling memuji. Luar biasa.

Tetapi lucunya, orang-orang yang kurang ilmunya di masa sekarang ini lebih mudah untuk saling mencaci, memaki dan menuding. Orang yang tidak sepemikiran dengannya, lebih sering didudukkansebagai lawannya yang harus dienyahkan. Minimal, di dalam pengajian-pengajian, adakebiasaan untuk salingmenyudutkan dan mengoblok-goblokkan. Naudzubillah

Akhirnya majelis ilmu yang harusnya berisi nasehat, ilmu dan keberkahan, berubah menjadi ajang untuk hasad, dengki dan sombong, bahkan seringkali malah menjadi majelis laknat dan kutukan. Isinya tidak lain menganggap semua orang salah, terkutuk dan terlaknat. Sungguh amat disayangkan memang. Seandainya mereka bisa sedikit lebih tawaddhu` sebagaimana para ulama di masa lalu, tentu alangkah indahnya ukhuwah Islamiyah.

Entah kapan hal itu akan terjadi lagi.

Wallahu a`lam bishshawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Tentang Sesatnya Syiah

Tentang Sesatnya Syiah

06 April 2010 08:42:32
Assalamu`alakum ustadz...

Saya sering mendengar istilah Syiah dan juga banyak sekali orang yang menentang paham syiah ini. Namun dalam pandangan saya masih belum jelas sekali apa point yang menyebabkan aliran Syiah ini banyak ditentang dan dianggap sesat. Mohon penjelasan dari ustadz Ahmad Sarwat, Lc.

Atas jawabannya terima kasih banyak.

Wassalamualaikum.

Jawaban :

Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Syiah adalah salah satu aliran aqidah di tengah umat Islam. Syiah mengikuti Islam sesuai yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dan Ahlul Bait-nya. Proporsi terbesar perbedaan Syiah adalah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah umat Islam pertama. Dan umat Islam menolak imam dari Imam Syiah.

Sejarah

Kalau kita teliti sejarah, mula munculnya aliran syiah adalah masalah salah paham dan selera. Ada beberapa orang yang punya pandangan politik yang berbeda pada awalnya. Dan perbedaan ini sesungguhnya masalah yang manusiawi sekali dan mustahil dihindarkan.

Mereka menginginkan Ali bin Abi Thalib radiyallahu `anhu menjadi khalifah pengganti Rasulullah SAW. Sementara semua shahabat Nabi SAW telah sepakat membai`at Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu `anhu sebagai khalifah. Karena itu, mereka amat benci pada Abu Bakar, bahkan juga 2 orang khalifah berikutnya, Umar bin Al-Khattab dan Utsman bin Al-Affan radhiyallahu anhuma. Padahal Ali bin Abi Thalib sendiri pun setuju dan mengakui pemerintahan tiga orang khalifah itu.

Keinginan beberapa orang itu pada gilirannya sudah terpenuhi juga, sebab sepeninggal 3 khalifah itu, akhirnya Ali memang diangkat menjadi khalifah. Seharusnya, sampai disini masalah sudah selesai.

Dan sebenarnya memang masalah sudah selesai. Sebab keinginan untuk mendudukkan Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah sudah tercapai, meski sempat terhambat.

Lain Orang Lain Generasi

Selewat generasi para shahabat, muncul berbagai aliran sesat yang tujuannya ingin merontokkan agama Islam dari dalam. Dan salah satu cara yang paling mudah adalah dengan cara memecah-belah persatuan umat Islam, menghidupkan kebanggaan jahiliyah, semangat kesukuan, fanatisme kelompok, sikap saling menggugat dan menjelekkan serta mengungkit-ungkit masa lalu yang sebenarnya tidak terlalu dipahami.

Lahirlah kemudian generasi baru yang tidak tahu apa-apa, tetapi habis didoktrin untuk melakukan semua sifat buruk itu. Salah satunya adalah mengungkit-ungkit perbedaan di masa lalu yang sesungguhnya sudah selesai. Namun ibarat mengali mayat yang sudah dikubur, akibatnya menjadi sangat fatal.

Fitnah dan sikap saling menyelahkan kembali membara. Bedanya, sekarang dilakukan oleh generasi yang tidak secara langsung merasakan nikmatnya persaudaraan. Mereka lahir dari rahim kebencian dan terus menerus didoktrin untuk selalu membenci sesama muslim.

Sehingga masalah politik yang sudah dikubur, digali lagi dan berkembang menjadi serius ketika perbedaan itu berkembang ke wilayah aqidah dan syariah. Lalu masing-masing pihak saling mengkafirkan dan menuduh saudaranya sesat bahkan murtad. Inilah yang sebenarnya dikhawatirkan sejak dahulu.

Memang benar bahwa ada sebagian dari akidah syiah yang sudah tidak bisa ditolelir lagi, bukan hanya oleh kalangan ahli sunnah, tetapi oleh sesama penganut syiah pun dianggap sudah sesat. Dan kita harus tegas dalam hal ini, kalau memang sesat kita katakan sesat.

Contoh Sesatnya Aqidah Syiah

Pertama : Menolak Mushaf Utsmani

Misalnya mereka yang tidak percaya kepada Al-Quran mushaf Utsmani, dan menggunakan mushaf yang konon susunan yang 100% berbeda. Kalau memang ada yang begitu, tentu kelompok ini sudah keluar dari agama Islam secara muttafaqun `alihi.

Logikanya, karena mereka amat benci pada sosok Utsman bin Al-Affan radhiyallahu `anhu. Sementara mushaf Al-Quran yang kita pakai sekarang ini tidak lain hasil kerja keras Utsman dan pemerintahannya. Bahkan tidak sedikit di antara kalangan Syiah yang mengkafirkan Utsman. Setidaknya, menambahkan julukan laknatullahi alaihi di belakang nama Utsman.

Maka adanya iasekte-sekte Syiah yang tidak mau pakai mushaf Utsmani bukan hal yang mengada-ada. Sayangnya, oleh sebagian kalangan syiah, fenomena itu sengaja ditutup-tutupi. Sebab kalau sampai masalah ini diketahui oleh mayoritas umat Islam yang lain, pasti mereka akan celaka.

Kedua : Mengkafirkan Para Shahabat

Aqidah sesat yang tidak bisa dipungkiri kalangan syiah dan ketahuan jelas adalah sikap mereka yang tegas-tegas mengkafirkan para shahabat Nabi ridhwanullahi `alaihim. Termasuk mengkafirkan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, Umar bin Al-Khattab, Utsman bin Al-Affan dan lainnya.

Dan satu hal yang menarik untuk dikaji, bahwa semangat menyatukan syiah dengan sunni bukannya tidak pernah dilakukan. Dr. Yusuf Al-Qaradawi adalah salah satu icon yang bisa disebut sebagai ulama sunni yang berhusnudzdzan untuk tidak dengan mudah menuduhkan masalah pengkafiran ini.

Maka kepada para pimpinan Mula di Iran, diadakanlah sebuah upaya pendekatan antara Syiah dan Sunni. Sudah beberapa kali disepakati agenda pertemuan. Namun ada satu hal yang nampaknya kecil saja, tetapi ternyata kalangan Syiah tidak mau mundur setitik pun. Masalah itu adalah penambahan kata (julukan) laknatulalhi alaihi (semoga Allah melaknatnya) setiap menyebut nama para shahabat Nabi SAW.

Ternyata kalangan Syiah yang konon mau duduk bersama tetap memanggap pelaknatan ini sebagai hal yang prinsip, dimaan mereka tidak mau berubah setitik pun. Dalam setiap pertemuan dan pembicaraan, urusan melaknat para shahabat ini menjadi hal yang tidak pernah ditinggal.

Karuan saja Dr. Yusuf Al-Qaradawi meradang. Beliau protes besar, katanya mau duduk bersama, katanya mau cari titik-titik persamaan, katanya mau cari jalan tengah, tetapi mengapa masih saja memaki-maki para shahabat Nabi SAW, bahkan sampai keluar ucapan laknat segala. Dan kalau urusan sekecil ini saja kalangan Syiah tidak mau bertoleransi, bagaimana dengan urusan yang lebih besar.

Maka upaya pendekatan syiah sunni itu pun lagi-lagi kandas di tengah kekerasan sikap kalangan syiah.

Padahal dalam aqidah mayoritas umat Islam, para shahabat nabi itu mulia dan adil. Bahkan dari mereka ada 10 orang yang dijamin masuk surga lewtat hadits yang shahih.

Ketiga : Menuduh Jibril Salah Menurunkan Wahyu

Maka jelaslah sikap ini tidak pernah bisa dibenarkan. Sungguh keterlaluan menuduh bahwa malaikat Jibril salah menurunkan wahyu. Maunya mereka, seharusnya Jibril menurunkan wahyu kepada Ali bin Abi Thalib dan bukan kepada Muhammad SAW.

Paham dan kepercayaan yang satu ini sangat fatal. Sebab hakikatnya bukan menuduh adanya kesalahan malaikat, tetapi sudah mengingkati kenabian Muhammad SAW. Dan ingkar pada kenabian Muhammad adalah kekafiran.

Astaghfirullahal-`adzhim, inna lillahi wa inna ilaihi rajiun
. Tentu sempalan yang sudah sampai keluar batas ini sudah tidak bisa ditolelir lagi secara aqidah.

Keempat : Kemakshuman Imam 12

Paham syiah yang paling populer adalah bahwa kepemimpinan umat Islam harus dibawah 12 orang imam. Semuanya dianggap makshum dalam arti tidak mungkin salah atau berbuat dosa. Dan penetapannya dianggap ketetapan langsung dari Allah berupa wahyu yang turun dari langit.

Semua pempimpin umat Islam dianggap telah merampas kepemimpinan itu, dan pada akhirnya harus dikembalikan kepada imam dari 12 imam itu.

Kalangan syiah juga percaya bahwa imam yang terakhir itu masih hidup walau pun sudah ada sejak tahun 800 hijriyah. Namun imam itu sedang menghilang dan akan muncul lagi di akhir zaman.

Tidak Digeneralisir

Tetapi kita tetap tidak bisa menggenalisir bahwa semua lapisan umat Islam yang ada aroma syiahnya pasti sesat, kafir atau murtad. Rasanya sikap itu kurang bijaksana.

Mengapa?

Pertama : Syiah Ternyata Banyak Dan Saling Bertentangan Secara Mendasar

Syiah yang konon dikabarkan berjumlah 10-an % dari total umat Islam, ternyata terdiri dari banyak sekte dan aliran yang saling bertentangan secara ideologis dan aqidah di dalamnya. Yang besar-besar saja kalau kita kumpulkan mencapai 22 kelompok besar. Tentu di bawahnya ada turunan-turunannya lagi.

Dan tidak tertutup kemungkinan bahwa antara satu aliran dengan aliran lain di dalam Syiah juga saling menafikan, bahkan saling mengkafirkan dan menganggap sesat.

Jadi kita tidak bisa memandang syiah hanya sebagai satu ajaran, tetapi sejumlah besar aliran aqidah yang sama-sama mengunsung satu nama yaitu Syiah, tetapi sesungguhnya saling berbeda. Ada syiah yang kafir dan dikafirkan oleh kebanyakan sesama pengikut syiah. Tapi ada juga yang tidak sampai kafir.

Di kalangan syiah juga ada aliran yang disebut Zaidiyah. Dinamakan demikian sebab mereka merupakan pengikut Zaid bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Mereka dapat dianggap moderat karena tidak menganggap ketiga khalifah sebelum Ali tidak sah.

Kedua : Pemeluk Syiah Tradisional

Kalau disebutkan syiah ada 10-an % dari jumlah muslimin di dunia, hanya sebagian kecil dari jumlah itu yang bersifat ideologis mendasar. Sebagian besarnya adalah syiah yang bersifat keturunan yang tidak tahu menahu urusan aliran dan aqidah.

Katakanlah seperti di Iraq sana, ada banyak komunitas yang secara tradisional menjadi penganut syiah secara keturunan. Kakek moyang yang melahirkan keturunan itu bukan orang jahat yang beniat busuk kepada agama Islam. Mereka menjadi syiah karena keturunan dan tidak tahu menahu tentang urusan koflik syiah dan sunnah.

Lalu apakah kita akan memvonis mereka sebagai non muslim, hanya karena mereka tanpa sengaja lahir dari keluarga syiah? Rasanya tidak begitu sikap kita.

Yang barangkali perlu diwaspadai adalah orang-orang jahat betulan yang berusaha menghancurkan agama Islam dari dalam dan menjadi pemeluk syiah sesat. Mereka inilah yang menggulirkan ajaran sesat di dalam syiah sehingga akhirnya muncul ajaran yang aneh-aneh seperti di atas.

Oleh karena itu kita harus tegas tapi tidak boleh asal tebas. Ada kalangan syiah yang memang sesat dan tidak berhak lagi menyandang status muslim. Tetapi kita juga harus dewasa, bahwa ada kalangan yang dianggap berbau syiah atau kesyiah-syiahan, tetapi sesungguhnya masih bisa ditolelir kekeliruannya.

Mengapa kita perlu bijak dalam masalah ini?

Karena kita tahu bahwa musuh-musuh Islam bergembira ria melihat umat Islam di Irak berbunuh-bunuhan, hanya karena urusan syiah dan sunnah. Jangan sampai isu negatif perbedaan syiah sunnah terbawa-bawa ke negeri kita juga. Sudah terlalu banyak pe-er umat Islam, maka sebaiknya kita jangan memancing di air keruh. Jangan sampai kita memancing yang tidak dapat ikannya tapi airnya jadi keruh. Sudah tidak dapat ikan, kotor pula.

Karena itu dialog antara sesama tokoh dari kalangan syiah dan sunnah ada baiknya untuk dirintis. Tentu untuk sama-sama menuju kepada kerukunan, bukan untuk cari gara-gara. Rasanya masih banyak ruang persamaan di antara keduanya, ketimbang kisi-kisi perbedaannya.

Semoga Allah SWT memberikan kelapangan di dalam hati kita untuk menata hati ini menjadi hamba-hamba-Nya yang shalih dan melakukan ishlah. Amien

Wallahu a`lam bishshawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Apakah Bunga Bank Saya Sumbangkan ke Lembaga Zakat?

Apakah Bunga Bank Saya Sumbangkan ke Lembaga Zakat?

15 April 2010 03:34:43
Assalamu`alaikum wr. wb.

Ustadz mohon jawabannya.

Saya mau pindah dari bank konvensional ke bank syariah, bagaimana dengan bunga yang telah saya terima selama saya menabung di bank konvensional tersebut?

Apakah saya kembalikan ke bank konvensional tersebut atau disumbangkan ke lembaga zakat saja?

Terima kasih atas jawabannya ustadz...

Wassalamu`alaikum. wr. wb.

Jawaban :

Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Uang dari hasil pembungaan uang itu selain hukumnya haram, juga menjauhkan keberkahan. Sehingga para ulama umumnya tetap mengharamkan penggunaan uang itu, baik untuk pribadi atau pun untuk orang lain.

Bunga Haram Dizakatkan

Yang lebih haram lagi apabila uang bunga itu dizakatkan atau disedekahkan. Padahal zakat dan sedekah itu merupakan salah satu bentuk ibadah. Dan ibadah itu mensyaratkan kesucian dan kebersihan. Karena zakat dan sedekah itu berbentuk ibadah maliyah (harta), maka syarat nomor satu adalah bahwa harta yang mau dizakatkan atau disedekahkan itu justru harus harta yang suci. Bukan harta yang haram atau syubhat.

Zakat dan sedekah dengan menggunakan uang haram, seperti hasil pencurian, perampokan, penipuan, penggelapan, korupsi dan sejenisnya, semuanya itu tidak diterima Allah. Dan zakat dengan uang bunga bank konvensional juga termasuk di dalam ketentuan tersebut. Hukumnya bukan berpahala tetapi malah akan menuai dosa.

Zakat Bukan Media Cuci Uang

Yang perlu kita pahami dalam masalah zakat atau sedekah adalah bahwa keduanya bukan sebagai media untuk money loundring (cuci uang). Ayat Quran yang menyebutkan tentang pensucian dengan cara berzakat itu sering disalah-pahami maknanya secara agak gegabah.

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At-Taubah : 103)

Banyak orang menduga bahwa zakat itu berfungsi untuk membersihkan uang yang sekiranya masih belum halal, dengan menggunakan ayat ini. Padahal justru ayat ini menjelaskan bahwa yang disucikan itu bukan uangnya dan bukan hartanya. Tetapi yang disucikan dengan zakat itu adalah pelakunya, yaitu orang yang mengeluarkan harta zakat.

Perhatikan baik-baik potongan ayatnya : dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka .

Jelas dan nyata sekali bahwa yang menjadi objek pensucian itu adalah kata MEREKA, yang dalam hal ini maksudnya adalah orang yang bayar zakat. Sedangkan harta yang sebagiannya dikeluarkan zakatnya tidak menjadi suci, karena memang harus suci dalam arti harus harta yang halal. Kalau harta haram, justru tidak boleh dizakatkan. Harta yang haram biar jadi halal caranya cuma satu, yatu dikembalikan lagi kepada pemiliknya.

Alternatif Alokasi Bunga Bank

Sebenarnya para ulama rada bingung juga kalau ditanya dengan soal seperti ini. Sebab statusnya jadi tidak jenk-jelas. Yang pasti bunga bank itu haram, maka tidak boleh dimakan sendiri dan tidak boleh disedekahkan. Lalu apa didiamkan saja dan diserahkan kepada pihak bank?

Sebagian ulama memang ada yang berpandangan seperti ini. Bila dapat bunga dari bank, bunganya tidak diambil. Dengan kata lain, bunganya diserahkan kepada pihak Bank.

Namun ada juga yang mencoba mengitung-hitung, berapa kira-kira jumlha bunga yang akan diterima pihak bank bila semua umat Islam melakukan hal itu. Ternyata jumlahnya bisa mencapai milyaran bahkan trilyunan.

Kalau begini caranya, maka tindakan ini juga kurang tepat. Sebab bank-bank konvensional itu malah akan mendapat suntikan dana segar dari umat Islam, lantaran semua bunga tidak mau diambil. Maka semakin berjaya saja pihak bank konvensional.

Alternatif Pilihan

Alternatif yang kemduian banyak diajukan oleh para ulama adalah dengan mengembalikan uang itu kepada kepentingan publik. seperti untuk perbaikan jalan umum, penerangan umum, sarana saluran air atau semua yang tidak bersifat kepemilikan pribadi atau kelompok.

Intinya manfaatnya bisa dirasakan oleh siapa saja dan kapan saja, tanpa harus minta izin karena masih merasa ada yang memilikinya.

Namun perlu diketahui bahwa hal ini lebih merupakan ijtihad dan pendekatan yang bersifat subjektif dari kami. Mungkin saja ada pendapat lain yang kurang sejalan dengan apa yang kami sampaikan. Dan hal itu tidak mengapa bila terjadi.

Ide Agar Dilakukan Secara Kolektif dan Otomatis

Kalau alternatif terakhir ini yang kira-kira menjadi pilihan, maka ada baiknya bila dibuatkan sistemnya secara kolektif dan otomatis. Sebab kalau dilakukan secara sendiri-sendiri dan manual, meski pun bisa, tetapi agak merepotkan.

Sebab kita harus rajin-rajin menghitung berapa jumlah bunga yang kita terima. Kemudian masih ada pekerjaan untuk mencarikan uang itu dan mencari kira-kira pihak mana yang bisa diberikan amanat untuk mengembalikan uang haram ini kepada kepentingan publik. Tentunya semua itu memakan tenaga dan waktu.

Maka seandainya bisa dibuatkan sebuah sistem kerjasama dengan pihak bank, dimana ada nota kesepakatan bahwa semua bunga yang timbul dari dana yang kita simpan di bank tersebut ditransfer secara otomatis ke satu rekening khusus yang menampung dana-dana ini, maka kita mungkin akan lebih dimudahkan sekali.

Tinggal kita tetapkan saja, pihak mana yang akan kita beri amanah untuk menyalurkan dana haram ini untuk kepentingan Pekerjaan Umum, dalam hal ini untuk biaya pembangunan, pemeliharaan dan perawatan fasilitas publik. Dimana semua berlangsung secara otomatis. Kira-kira seperti payroll dalam masalah zakat profesi.

Sayang saya belum dapat info ada pihak-pihak yang bersedia melakukan pekerjaan ini. Padahal ini penting dan nilai dananya tentu besar sekali.

Wallahu a`lam bishshawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Bunga Bank Tidak Haram?

Bunga Bank Tidak Haram?

05 April 2010 21:57:34
Assalamu `alaikum wr. wb.

Saya baca berita bahwa Menteri Agama RI, Suryadharma Ali yang nota bene muslim dan bahkan jadi menteri masih saja cenderung untuk tidak mengharamkan bunga bank konvensional. Dia mengatakan bahwa punya guru yang tidak mengharamkan bunga bank tersebut.

Padahal setahu saya Majelis Ulama Indonesia sudah telak-telak mengharamkan bunga Bank Konvensional. Kalau tiba-tiba Menteri Agamanya malah bilang tidak haram atau masih khilafiyah dan sebagainya, akhirnya pasti orang-orang yang tadinya sudah punya tekad meninggalkan bunga Bank malah ragu-ragu lagi. Sebab orang yang selevel menteri agama saja masih bilang bunga bank itu khilafiyah.

Untuk itu mohon ustadz jelaskan apa benar haramnya bunga bank itu masih khilafiyah, atau sudah menjadi ijma` para ulama di masa sekarang ini?

Terima kasih sebelumnya,

Wassalam.

Jawaban :

Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Salah satu perbedaan mendasar karakteristik seorang Menteri Agama di masa awal berdirinya republik ini dengan di masa sekarang ini adalah kualitas keilmuwan dan keulamaan. Menteri Agama di masa lalu umumnya merupakan sosok ulama kharismatik yang duduk di kursi kementerian itu karena ilmunya, bukan karena faktor politis.

Ilmu yang dimiliki juga masih ilmu syariah yang asli, bukan ilmu dusta yang didapat dari para orientalis barat anti Islam. Sehingga pendapat dan fatwa dari seorang Menteri Agama di masa lalu sangat diperhatikan umat Islam. Karena keluar dari hati yang ikhlas dan amanah dari Allah yang sangat berat.

Seorang menteri Agama di masa lalu pastinya tidak berani untuk hadir di tengah-tengah peribadatan agama lain, sebab hal itu memang diharamkan. Apalagi ikut berdoa di dalamnya.

Tapi di masa berikutnya, jabatan menteri Agama ini memang sekedar jadi jabatan yang diperdagangkan, direbut-rebut oleh sekian banyak kekuatan internal umat Islam sendiri. Sementara kita lupa bicara tentang kualitas dan integritas keilmuwan, kezuhudan dan kealimannya.

Maka kalau dari mulut seorang Menteri Agama sendiri kita sering mendengar pendapat yang rada menyimpang atau menyakiti umat Islam, rasanya sudah menjadi sebuah keniscayaan. Bukankah maraknya aliran sekuler dan liberal di berbagai Perguruan Tinggi Islam juga merupakan tanggung-jawab Menteri Agama juga? Sebab perguruan tinggi itu dibiayai lewat anggaran kementerian agama juga. Yang duduk bertenggger di pucuk pimpinan masing-masing perguruan tinggi Islam itu pastinya orang yang `direstui` oleh Menteri Agama.

Perbedaan Pendapat Tentang Bunga Bank

Kalau menteri Agama bicara tentang perbedaan pendapat mengenai haramnya bunga bank 50 tahun yang lalu, rasanya tidak terlalu salah. Sebab di masa-masa itu umat Islam memang boleh dibilang belum terlalu maju dalam bidang ekonomi dan pemikiran.

Di masa itu sebagian umat Islam memang masih meraba-raba hakikat sebuah bank dan manfaatnya serta belum terlalu paham tentang konsep bank syariah.

Maka wajar kalau tokoh sekaliber Ustadz A. Hasan, tokoh PERSIS, diklaim telah berfatwa mengenai halalnya bunga bank. Bahkan Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama pun saat itu masih mengatakan hukum bunga Bank adalah khilafiyah.

Kalau kita perhatikan mengapa mereka tidak mengharamkan, salah satu alasan pertimbangannya adalah masalah kedaruratan. Di zaman itu belum dikenal bank syariah seperti zaman sekarang. Maka sementara belum ada alternatif yang pasti sebagai jalan keluar dari masalah manfaat dan fungsi bank, kalau tiba-tiba diharamkan, pasti akan menimbulkan gejolak.

Tetapi seandainya A. Hasan dan ulama lain di masa itu lahir kembali di zaman sekarang, apalagi kini kita boleh dan bebas hidup beragama tanpa tekanan dari penguasa, maka saya sangat yakin pendapat mereka pasti berubah. Tidak ada alasan sekecil apa pun untuk menghalalkan bunga bank di zaman sekarang ini.

Fatwa seseorang pasti bisa berubah, sesuai zamannya juga dengan input yang diterimanya. Al-Imam As-Syafi`i pun pernah mengubah ijtihadnya, setelah bertahun-tahun bertahan pada qaul qadim, beliau kemudian mengubahnya dengan qaul jadid.

Kalau sampai hari gini masih saja ada kalangan yang menghalakkan bunga bank, rasnya kami bisa memilah pendapat itu menjadi dua jenis. Pertama, mereka yang ikhlas dalam berfatwa dengan segala keterbatasan informasi yang dimiliki saat ini. Kedua, mereka yang punya niat tidak baik sejak awal sehingga mencerung berani menentang hukum Allah.

Haramnya Bunga Bank

Berikut ini adalah lembaga-lembaga baik nasional maupun international yang telah tegas mengharamkan bunga bank konvensional. Tentunya fatwa yang mereka keluarkan sama sekali tidak berada di bawah tekanan politis pihak mana pun, karean kebenaran pada hakikatnya tetap kebenaran. Tidak akan berubah menjadi kebatilan.

1. Majelis Tarjih Muhammadiyah

Majelis Tarjih Sidoarjo tahun 1968 pada nomor b dan c:

Bank dengan sistem riba hukumnya haram dan bank tanpa riba hukumnya halal -bank yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara musytabihat.

Fatwa haram terhadap bunga bank tersebut sebenarnya diputuskan (lagi) pada Musyawaran Nasional Muhammadiyah pada tahun 2006. Sedangkan untuk keputusan resmi baru dikeluarkan Sabtu 3 April 2010 malam lewat rapat pleno Musyawarah Nasional (Munas) ke-27 Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang

2. Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama

Ada dua pendapat dalam bahtsul masail di Lampung tahun 1982. Pendapat yang pertama mengatakan bahwa bunga Bank adalah riba secara mutlak dan hukumnya haram. Yang kedua berpendapat bunga bank bukan riba sehingga hukumnya boleh. Pendapat yang ketiga, menyatakan bahwa bunga bank hukumnya syubhat.

3. Organisasi Konferensi Islam (OKI)

Semua peserta sidang OKI yang berlangsung di Karachi, Pakistan bulan Desember 1970 telah menyepakati dua hal: Praktek Bank dengan sistem bunga adalah tidak sesuai dengan syariah Islam Perlu segera didirikan bank-bank alternatif yang menjalankan operasinya sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

4. Mufti Negara Mesir

Keputusan Kantor Mufti Mesir konsisten sejak tahun 1900 hingga 1989 menetapkan haramnya bunga bank dan mengkategorikannya sebagai riba yang diharamkan.

5. Konsul Kajian Islam

Ulama-ulama besar dunia yang terhimpun dalam lembaga ini telah memutuskan hukum yang tegas terhadap bunga bank sebagai riba. Ditetapkan bahwa tidak ada keraguanatas keharaman praktek pembungaan uang seperti yang dilakukan bank-bank konvensional.

Di antara 300 ulama itu tercatat nama seperti Syeikh Al-Azhar, Prof. Abu Zahra, Prof. Abdullah Draz, Prof. Dr. Mustafa Ahmad Zarqa`, Dr. Yusuf Al-Qardlawi. Konferensi ini juga dihadiri oleh para bankir dan ekonom dari Amerika, Eropa dan dunia Islam.

6. Majelis Ulama Indonesia

Meski agak terlambat tetapi akhirnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) ikut sadar tentang haramnya bunga Bank konvensional. Maka dalam fatwanya MUI tegas mengharamkan bunga bank.

Wallahu a`lam bishshawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Zakat Profesi : Wajib atau Bid`ah?

Zakat Profesi : Wajib atau Bid`ah?

17 April 2010 15:23:45
Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahlan wa sahlan ustadz, saya termasuk penggemar tulisan ustadz di banyak situs. Semoga semua menjadi amal baik.

Perkenankan saya mengirim pertanyaan yang terkait dengan sedikit kebingungan saya, yaitu masalah zakat profesi. Mohon dijelaskan tentang bagaimana kedudukan zakat profesi ini. Sebab kalau tidak salah sepertinya ada sebagian kalangan yang mengingkari keberadaan zakat ini.

Terima kasih dan jazakallahu khairan sebelumnya.

Wassalam wr wb.

Jawaban :

Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Zakat profesi sebagai sebuah paket pembahasan khusus masalah fiqih. Paling tidak, di dalam kitab-kitab fiqih klasik yang menjadi rujukan umat ini, zakat profesi tidak tercantum.

Wacana zakat profesi itu merupakan ijtihad pada ulama di masa kini yang nampaknya berangkat dari ijtihad yang cukup memiliki alasan dan dasar yang juga cukup kuat.

Salah satunya adalah rasa keadilan seperti yang anda utarakan tersebut. Harus diingat bahwa meski di zaman Rasulullah SAW telah ada beragam profesi, namun kondisinya berbeda dengan zaman sekarang dari segi penghasilan.

Dalam masalah ketentuan harta yang wajib dizakati, memang ada perbedaan cara pandang di kalangan ulama. Ada kalangan yang mendukung adanya zakat profesi dan sebagian lagi berkeyakinan tidak ada zakat profesi.

a. Argumen Penentang Zakat Profesi

Mereka mendasarkan pandangan bahwa masalah zakat sepenuhnya masalah ubudiyah, sehingga segala macam bentuk aturan dan ketentuannya hanya boleh dilakukan kalau ada petunjuk yang jelas dan tegas atau contoh langsung dari Rasulullah SAW. Bila tidak ada, maka tidak perlu dibuat-buat.

Di antara mereka yang berada dalam pandangan seperti ini adalah fuqaha kalangan zahiri seperti Ibnu Hazm dan lainnya dan juga jumhur ulama. Kecuali mazhab Al-Hanafiyah yang memberikan keluasan dalam kriteria harta yang wajib dizakati.

Umumnya ulama hijazmenolak keberadaan zakat profesi. Bahkan ulama modern seperti termasuk juga Dr. Wahbah Az-Zuhaily juga belum bisa menerima keberadaan zakat itu. Sebab zakat profesi itu tidak pernah dibahas oleh para ulama salaf sebelum ini. Umumnya kitab fiqih klasik memang tidak mencantumkan adanya zakat profesi.

Apalagi di zaman Rasulullah dan salafus sholeh sudah ada profesi-porfesi tertentu yang mendatangkan nafkah dalam bentuk gaji atau honor. Namun tidak ada keterangan sama sekali tentang adanya ketentuan zakat gaji atau profesi. Argumentasi mereka, bagaimana mungkin sekarang ini ada dibuat-buat zakat profesi?

b. Argumen Pendukung Zakat Profesi

Para pendukung zakat profesi tidak kalah kuatnya dalam berhujjah. Misalnya mereka menjawab bahwa profesi dimasa lalu memang telah ada, namun kondisi sosialnya berbeda dengan hari ini.

Menurut mereka, yang menjadi acuan dasarnya adalah kekayaan seseorang. Menurut analisa mereka, orang-orang yang kaya dan memiliki harta saat itu masih terbatas seputar para pedagang, petani dan peternak.

Ini berbeda dengan zaman sekarang, di mana tidak semua pedagang itu kaya, bahkan umumnya peternak dan petani di negeri ini malah hidup dalam kemiskinan.

Sebaliknya, profesi orang-orang yang dahulu tidak menghasilkan sesuatu yang berarti, kini menjadi profesi yang membuat mereka menjadi kaya dengan harta berlimpah. Penghasilan mereka jauh melebihi para pedagang, petani dan peternak dengan berpuluh kali bahkan ratusan kali. Padahal secara teknis, apa yang mereka kerjakan jauh lebih simpel dan lebih ringan dibanding keringat para petani dan peternak itu.

Inilah salah satu pemikiran yang mendasari ijtihad para ulama hari ini dalammenetapkan zakat profesi. Intinya adalah azas keadilan. Namun dengan tidak keluar dari mainframe zakat itu sendiri yang filosofinya adalah menyisihkan harta orang kaya untuk orang miskin.

Buat mereka, yang berubah adalah fenomena sosial di masyarakat, sedangkan aturan dasar zakatnya adalah tetap. Karena secara umum yang wajib mengeluarkan zakat adalah mereka yang kaya dan telah memiliki kecukupan. Namun karena kriteria orang kaya itu setiap zaman berubah, maka bisa saja penentuannya berubah sesuai dengan fenomena sosialnya.

Di zaman itu, penghasilan yang cukup besar dan dapat membuat seseorang menjadi kaya berbeda dengan zaman sekarang. Di antaranya adalah berdagang, bertani dan beternak. Sebaliknya, di zaman sekarang ini berdagang tidak otomatis membuat pelakunya menjadi kaya, sebagaimana juga bertani dan beternak. Bahkan umumnya petani dan peternak di negeri kita ini termasuk kelompok orang miskin yang hidupnya serba kekurangan.

Sebaliknya, profesi-profesi tertentudi zaman dahulu memang sudah ada, tapi dari sisi pemasukan, tidaklah merupakan kerja yang mendatangkan materi besar dan membuat pelakunya kaya raya. Di zaman sekarang ini terjadi perubahan, justru profesi-profesi inilah yang mendatangkan sejumlah besar harta dalam waktu yang singkat. Seperti dokter spesialis, arsitek, komputer programer, pengacara dan sebagainya. Nilainya bisa ratusan kali lipat dari petani dan peternak miskin di desa-desa.

Perubahan sosial inilah yang mendasari ijtihad para ulama hari ini untuk melihat kembali cara pandang kita dalam menentukan: siapakah orang kaya dan siapakah orang miskin di zaman ini?

Intinya zakat itu adalah mengumpulkan harta orang kaya untuk diberikan pada orang miskin. Di zaman dahulu, orang kaya identik dengan pedagang, petani dan peternak. Tapi di zaman sekarang ini, orang kaya adalah para profesional yang bergaji besar. Zaman berubah namun prinsip zakat tidak berubah. Yang berubah adalah realitas di masyarakat. Tapi intinya orang kaya menyisihkan uangnya untuk orang miskin. Dan itu adalah intisari zakat.

Sehingga dalam keyakinan mereka, bila para ulama terdahulu menyaksikan realita sosial di hari ini, mereka pasti akan menambahkan bab zakat profesi dalam kitab-kitab mereka.

Bila dikaitkan bahwa zakat berkaitan dengan masalah ubudiyah, memang benar. Tapi ada wilayah yang tidak berubah secara prinsip dan ada wilayah operasional yang harus selalu menyesuaikan diri dengan zaman.

Prinsip yang tidak berubah adalah kewajiban orang kaya menyisihkan harta untuk orang miskin. Dan wajib adanya amil zakat dalam penyelenggaraan zakat. Dan kententuan nisab dan haul dan seterusnya. Semuanya adalah aturan `baku` yang didukung oleh nash yang kuat.

Tapi menentukan siapakah orang kaya dan dari kelompok mana saja, harus melihat realitas masyarakat. Dan ketika ijtihad zakat profesi digariskan, para ulama pun tidak semata-mata mengarang dan membuat-buat aturan sendiri. Mereka pun menggunakan metodologi fikih yang baku dengan beragam qiyas atas zakat yang sudah ditentukan sebelumnya.

Adanya perkembangan ijtihad justru harus disyukuri karena dengan demikian agama ini tidak menjadi stagnan dan mati. Apalagi metodologi ijtihad itu sudah ada sejak masa Rasulullah SAW dan telah menunjukkan berbagai prestasinya dalam dunia Islam selama ini. Dan yang paling penting, metode ijtihad itu terjamin dari hawa nafsu atau bid`ah yang mengada-ada.

Pada hakikatnya, kitab-kitab fiqih karya para ulama besar yang telah mengkodifikasi hukum-hukum Islam dari Al-Quran dan As-Sunnah adalah hasil ijtihad yang gemilang yang menghiasi peradaban Islam sepanjang sejarah. Semua aturan ibadah mulai dari wudhu`, shalat, puasa, haji dan zakat yang kita pelajari tidak lain adalah ijtihad para ulama dalam memahami nash Al-Quran dan As-Sunnah.

Kehidupan manusia sudah mengalami banyak perubahan besar. Dengan menggunakan pendekatan seperti itu, maka hanya petani gandum dan kurma saja yang wajib bayar zakat, sedangkan petani jagung, palawija, padi dan makanan pokok lainnya tidak perlu bayar zakat. Karena contoh yang ada hanya pada kedua tumbuhan itu saja.

Sementara di sisi lain, ada kalangan yang melakukan ijtihad dan penyesuaian sesuai dengan kondisi yang ada. Mereka misalnya mengqiyas antara beras dengan gandum sebagai sama-sama makanan pokok, sehingga petani beras pun wajib mengeluarkan zakat.

Bahkan ada kalangan yang lebih jauh lagi dalam melakukan qiyas, sehingga mereka mewajibkan petani apapun untuk mengeluarkan zakat. Maka petani cengkeh, mangga, bunga-bungaan, kelapa atau tumbuhan hiasan pun kena kewajiban untuk membayar zakat. Menurut mereka adalah sangat tidak adil bila hanya petani gandum dan kurma saja yang wajib zakat, sedangkan mereka yang telah kaya raya karena menanam jenis tanaman lain yang bisa jadi hasilnya jauh lebih besar, tidak terkena kewajiban zakat.

Di antara mereka yang berpendapat seperti ini antara lain adalah Al-Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya.

Dan ide munculnya zakat profesi kira-kira lahir dari sistem pendekatan fiqih gaya Al-Hanafiyah ini, di mana mereka menyebutkan bahwa kewajiban zakat adalah dari segala rizki yang telah Allah SWT berikan sehingga membuat pemiliknya berkecukupan atau kaya.

Dan semua sudah sepakat bahwa orang kaya wajib membayar zakat. Hanya saja menurut kalangan ini, begitu banyak terjadi perubahan sosial dalam sejarah dan telah terjadi pergeseran besar dalam jenis usaha yang melahirkan kekayaan.

Dahulu belum ada dokter spesialis, lawyer atau konsultan yang cukup sekali datang bisa mendapatkan harta dalam jumlah besar dan mengalir lancar ke koceknya. Misalnya seorang dokter spesialis yang berpraktek hanya dalam hitungan menit, tapi honornya berjuta. Dibandingkan dengan petani di kampung yang kehujanan dan kepanasan sedangkan hasilnya pas-pasan bahkan sering nombok, maka alangkah sangat tidak adilnya agama ini, bila si petani miskin wajib bayar zakat sedangkan dokter spesialis itu bebas dari beban.

Karena itulah mereka kemudian merumuskan sebuah pos baru yang pada dasarnya tidak melanggar ketentuan Allah SWT atas kewajiban bayar zakat bagi orang kaya. Hanya saja sekarang ini perlu dirumuskan secara cermat, siapakah orang yang bisa dibilang kaya itu. Dan para profesional itu tentu berada pada urutan terdepan dalam hal kekayaan dibandingkan dengan orang kaya secara tradisional yang dikenal di zaman dahulu. Untuk itu agar mereka ini juga wajib mengeluarkan zakat, maka pos zakat mereka itu disebut dengan zakat profesi.

Dan bila dirunut ke belakang, sebenarnya zakat profesi ini bukanlah hal yang sama sekali baru, karena ada banyak kalangan salaf yang pernah menyebutkannya di masa lalu meski tidak/ belum populer seperti di masa kini.

Namun begitulah, kita tahu bahwa di dalam tubuh umat ini memang ada khilaf dalam cara pandang terhadap masalah zakat, sehingga ada yang mendukung zakat profesi di satu pihak karena lebih logis dan nalar dan di pihak lain menentangnya karena dianggap tidak ada masyru`iyahnya.

Wallahu a`lam bishshawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.

Wanita Haidh Tidak Boleh Masuk Masjid, Mana Dalilnya?

Wanita Haidh Tidak Boleh Masuk Masjid, Mana Dalilnya?

30 July 2010 12:12:11
Assalamu `alaikum wr. wb.

Ustadz pernah mengatakan bahwa wanita haidh dilarang masuk masjid. Tapi menurut saya tidak ada dasarnya pendapat itu. Lantas bagaimana dengan keterangan yang menyebutkan bahwa :

1. Adanya seorang wanita hitam yang tinggal di dalam masjid pada zaman Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Namun tidak ada dalil yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkannya untuk meninggalkan masjid ketika ia mengalami haidh.

2. Sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam kepada ‘Aisyah radhiyallahu’anha, “Lakukanlah apa yang bisa dilakukan oleh orang yang berhaji selain thowaf di Baitullah.” Larangan thowaf ini dikarenakan thowaf di Baitullah termasuk sholat, maka wanita itu hanya dilarang untuk thowaf dan tidak dilarang masuk ke dalam masjid. Apabila orang yang berhaji diperbolehkan masuk masjid, maka hal tersebut juga diperbolehkan bagi seorang wanita yang haidh.

Demikian pertanyaan saya, wassalam

Jawaban :

Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Dalil haramnya wanita yang sedang haidh masuk ke dalam masjid itu ada dan shahih, meski ada perbedaan pendapat. Sehingga sebelum berfatwa dan berpendapat bahwa hal itu tidak ada dalilnya, perlu lebih berhati-hati. Sebab kalau tidak kita akan berfatwa tanpa ilmu.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ إِنِّي لا أُحِلُّ اَلْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلاَ جُنُبٌ - رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَة َ

Dari Aisyah Radhiyallahu `anha berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Tidak aku halalkan masjid bagi wanita yang sedang haidh dan orang yang sedang dalam keadaan janabah (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Ibnu HIbban)

Memang ada sebagian kalangan yang mendhaifkan hadits ini, namun bukan berarti bila ada seorang dari kalangan ahli hadits mendhaifkannya, lantas berarti hadits itu pasti dhaif. Sebab Ibnu Khuzaimah yang juga ahli hadits malah mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits yang shahih.

Larangan Masuk Masjid Buat Orang Yang Junub

Di dalam Al-Quran ada ayat yang melarang orang yang dalam keadaan junub (janabah) untuk masuk ke dalam masjid. Dan seorang wanita yang sedang haidh, tentu saja secara hukum termasuk orang yang sedang junub.

Sehingga apabila hadits di atas dianggap tidak shahih, tetap saja ada larangan bagi orang yang sedang dalam keadaan junub untuk masuk ke masjid.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقْرَبُواْ الصَّلاَةَ وَأَنتُمْ سُكَارَى حَتَّىَ تَعْلَمُواْ مَا تَقُولُونَ وَلاَ جُنُبًا إِلاَّ عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىَ تَغْتَسِلُواْ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat (masuk masjid), sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. (QS. An-Nisa` : 43)

Ayat ini memang tidak menyebutkan masalah masuk masjid secara eksplisit, namun ada kata : kecuali sekedar berlalu. Kalimat inilah yang oleh para ulama dikatakan sebagai masjid. Jadi maksud ayat ini bukan sekedar tidak boleh shalat, melainkan tidak boleh masuk ke tempat shalat, yaitu masjid.

Demikian semoga menjadi jelas.

Wallahu a`lam bishshawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Mengundi Nasib Dengan Anak Panah , Apa Maksudnya?

Mengundi Nasib Dengan Anak Panah , Apa Maksudnya?

27 August 2010 11:20:32
Assalamu `alaikum wr. wb.

Pak Ustad saya mw tanya, yang dimaksud dengan "mengundi nasib dengan anak panah" tu apa ya? sepeti yg ada di dalam QS.Al-Maidah:90, terus contohnya yg real sekarang apa? klo kita ikut undian di sebuah Bank atw di tempat perbelanjaan dengan memasukan suatu kupon yg nantinya di undi (lucky draw), tu termasuk mengundi nasib dengan anak panah bukan?

Jawaban :

Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Mengundi nasib dengan anak panah yang dimaksud dalam ayat tersebut berbeda dengan undian perjudian yang kita kenal. Perhatikan kata mengundi nasib, jadi yang diundi itu adalah nasib, bukan menang atau kalah dari berjudi.

Istilah itu merupakan terjemahan dari kata bahasa Arab : AZLAM. Azlam adalah bentuk jamak dari zulam atau zalam. Memang sering diterjemahkan dengan istilah mengundi nasib dengan anak panah. Tetapi yang terjadi sesungguhnya bukan bab perjudian, melainkan mengundi pilihan hidup dengan menggunakan anak panah.

Disebutkan bahwa di masa jahiliayah, bila seseorang dalam keadaan bingung atas pilihan-pilihan hidup, mereka bukan melakukan shalat istikharah seperti ajaran Rasulullah SAW, melainkan mendatangi para dukun untuk minta nasehat. Lalu mBah dukun akan melakukan pengundian dengan mengocok anak panah. Di tiap-tiap ujung anak panah itu dituliskan : Kerjakan - Jagan Kerjakan - Ulangi (kosong).

Kira-kira kalau di masa kita ini mirip orang menghitung kancing baju, antara iya dan tidak. Atau seperti mendengarkan suara tokek, antara iya dan tidak. Nah perbuatan seperti inilah yang dikatakan dengan mengundi nasib dengan anak panah.

Illat atau point penting titik keharamannya adalah percaya kepada tahayul dengan meninggalkan pertimbangan akal sehat.

Sedangkan yang sifatnya perjudian memang hukumnya haram, tapi dalil pengharamannya ayat yang lain lagi, yaitu ayat yang mengharamkan judi (maysir).

Demikian semoga menjadi lebih jelas.

Wallahu a`lam bishshawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ahmad Sarwat, Lc