Kamis, 03 Februari 2011

Menyentuh Kemaluan : Batalkah?

Menyentuh Kemaluan : Batalkah?

13 March 2010 12:12:01
Assalamu `alaikum wr.wb.

Mohon maaf ustadz kalau pertanyaan saya kurang sopan. Pertanyan saya ini terkait dengan hukum batal atau tidaknya wudhu` yang kita lakukan, yaitu apabila kita menyentuh kemaluan.

Ada yang bilang hukumnya batal, tapi saya juga pernah dapat satu penjelasan bahwa hukumnya tidak membatalkan. Saya jadi bingung. Mohon penjelasan dan terima kasih.

Wassalam

Jawaban :

Untuk menjawab masalah ini, ada baiknya kita kembali kepada pelajaran kita dalam fiqih Taharah. Disana disebutkan bahwa memang yang termasuk dalam benda-benda najis adalah darah. Bukan cuma darah non muslim saja, tetapi darah seorang muslim pun termasuk najis juga. Jadi kalau bicara najis, jangankah darah orang kafir, lha wong darah seorang muslim pun juga najis.

Kalau masalah ini sudah selesai, tinggal masalah bagaimana hukum memasukkan benda najis ke dalam tubuh kita?

Jawabnya begini, darah itu haram dimasukkan ke dalam tubuh kita karena najis, tetapi bila memasukkannya lewat mulut, alias diminum. Kita tahu bahwa minum atau makan benda najis itu diharamkan.

Akan tetapi kalau dimasukkan dengan cara ditranfusikan ke dalam tubuh, yang dalam hal ini, ilmu kedoteran memang mengharuskan adanya tambahan darah, tentu saja hukumnya tidak sama dengan meminum darah. Jadi tidak ada masalah dengan memasukkan darah ke dalam tubuh yang bertujuan justru untuk mengatasi masalah kekurangan darah.

Dalam kasus luka yang mengeluarkan banyak darah, dimana terjadi pendarahan yang parah, apabila seorang pasien tidak mendapatkan suplai darah yang cukup, bisa berakibat pada kematian. Maka tindakan menambah darah itu bukan hanya boleh, tetapi malah wajib.

Hanya saja sampai hari ini belum ada pabrik yang bisa memproduksi darah. Darah yang bisa ditransfusikan ke dalam tubuh pasien tidak lain harus dari seseorang. Dan karena hukum Islam melarang jual beli darah karena termasuk benda najis, maka satu-satunya cara adalah dengan mendonorkannya. Maka para ulama mengatakan bahwa mendonorkan darah termasuk amal shalih yang sangat mulia, karena darah itu sangat dibutuhkan oleh pasien yang butuh pertolongan.

Fatwa Syeikh Husamuddin bin Musa `Ufanah

Beliau berfatwa bahwa donor darah merupakan praktek yang sangat penting untuk dilakukan. Bertabarru` atau menumbang darah sebagai donor adalah sebuah amal yang disunnahkan.

Bahkan beliau menyatakan tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa hukum donor darah itu sampai kepada hukum fardhu kifayah. Tentunya bila sudah ada muslim yang melakukannya, sudah gugur kewajibannya.

Namun ulama Palestina yang menjadikan guru besar ilmu syariah di Universitas Al-Quds ini menyatakaan haramnya jual beli darah. Karena tubuh manusia itu mulia, tidak untuk diperjual-belikan. Termasuk juga darahnya.

Fatwa Dr. Yusuf Al-Qaradhawi

Ulama asal Mesir yang kini menetap di Qatar ini malah menyatakan bahwa donor darah adalah bentuk sedekah yang paling utama di zaman sekarang ini.

Sebab menjadi donor darah dalam konteks ini bukan sekedar membantu, tetapi sudah sampai taraf menyelematkan nyawa seseorang. Jadi nilainya sangat tinggi di sisi Allah. Bahkan menyelamatkan nyawa manusia yang seharusnya mati tidak tertolong, tapi dengan berkat donor darah ini mengakibatkan bisa terus berlangsungnya kehidupan seseorang, digambarkan seperti memberikan kehidupan kepada semua manusia.

Sebagaimana firmanAllah SWT:

Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (QS. Al-Maidah: 32).

Di dalam hadits shahih Rasulullah SAW bersabda:

Siapa yang membebaskan seorang muslim dari bebannya di dunia, maka Allah akan membebaskannya dari bebannya di hari kiamat. (HR Bukhari dan Muslim)

Maka menurut beliau orang yang mendonorkan darah akan mendapat pahala yang berlipat ganda bilangannya, sampai 700 kali lipat.

Fatwa Syaikh Zaid Bin Muhammad Al-Madkhali

Apabila terdapat padanya maslahat dan tidak menimbulkan kemudharatan yang dapat membahayakan dirinya, maka donor darah tidak terlarang. Bahkan padanya terdapat pahala dan keutamaan, sebagaimana yang termaktub dalam kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.

AllahSWT berfirman:

“Barangsiapa yang beramal dengan sebiji debu kebaikan maka dia akan melihatnya, dan barangsiapa yang beramal dengan sebiji debu kejelekan maka dia akan melihatnya” (QS. Az Zalzalah: 7-8)

Juga Rasulullah SAW bersabda:

“Dan Allah akan selalu menolong hamba-Nya, selama hamba Nya selalu menolong saudaranya"

Maka tidak boleh menjual-belikan darah dan juga memakan hasil dari penjualannya itu.

Donor Darah Tidak Mengakibatkan Kemahraman

Sebagaimana kita ketahui bahwa penyebab kemahraman hanya 3 saja, yaitu karena nasab, mushaharah (pernikahan) dan radhaah (penyusuan). Sedangkan donor darah tidak bisa diqiyaskan dengan penyusuan. Qiyas seperti itu merupakan qiyas ma`al-fariq.

Syeikh Al-`Allamah Jadil Haq Ali Jadil Haq, Syeikhul Azhar di masa lalu menyatakan bahwa donor darah sama sekali tidak bisa dijadikan sebab terjadinya kemahraman antara seorang donor dengan penerimanya.

Memang ada sebagian kalangan yang berusaha mengqiyaskan antara donor darah dengan penyusuan bayi. Di mana penyusuan bayi mengakibatkan kemahraman, lalu mereka mengqiyaskan antara keduana.

Namun ulama besar Mesir yang pernah mengunjungi Indonesia ini tegas menyatakan alasan tidak bisa diqiyaskan antara susu yang diminum bayi yang mengakibatkan kemahraman dengan darah yang didonorkan kepada pasiennamun tidak mengakibatkan kemahraman.

Menurut beliau karena karakter yang ada pada darah berbeda dengan karakter yang ada pada susu ibu yang diisap bayi.

Susu ibu adalah makanan buat bayi, makanya bisa mengakibatkan kemahraman antara wanita yang menyusi dengan bayi yang disusuinya.

Sedangkan karakter darah tidak seperti susu ibu, darah bukan makanan bagi orang yang menerima donor darah, melainkan darah menjadi media pengantar makanan, oksigen dan lainnya. Sehingga tidak ada proses pertumbuhan dari darah yang ditransfusikan ke dalam tubuh seseorang.

Itulah sebabnya darah yang didonorkan kepada pasien tidak mengakibatkan berubahnya status kemahraman antara donor dan penerima darah.

Kesimpulannya, anda boleh menikahi wanita yang pernah anda donorkan darah kepadanya, karena donor darah tidak mengakibatkan kemahraman.

Wallahu a`lam bishshawab, wasalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Tidak ada komentar:

Posting Komentar